Ilustrasi (DOK)
Pada 2012 Frost & Sullivan memperkirakan nilai bisnis dari industri seluler Indonesia mencapai Rp 134.534 triliun. Untuk tahun ini diperkirakan mencapai Rp 149.771 triliun.
Pasar mobile konten diperkirakan pada 2012 sebesar US$ 360 juta atau setara Rp 3.49 triliun. Rinciannya, US$ 145 juta berasal dari penjualan ringtone, US$ 70 juta dari lagu, US$ 35 juta dari konten video, US$ 50 juta dari konten game, dan US$ 40 juta konten lainnya.
Pada 2013 diperkirakan pasar mobile content mencapai US$ 400 juta atau setara Rp 3.88 triliun. Rinciannya, penjualan ringtone sebesar US$ 140 juta, lagu (US$ 115 juta), Video (US$ 35 juta), games (US$ 55 juta), dan konten lainnya (US$ 45 juta).
Angka-angka yang dipaparkan di atas lumayan menggiurkan. Ibarat seorang gadis, pasar industri telekomunikasi Indonesia adalah gadis seksi yang menjadi incaran para petualang cinta.
Tak heran, nama-nama asing mulai masuk ke Indonesia. Ada yang menggandeng mitra lokal atau langsung menancapkan kukunya di pasar.
Sebut saja aksi yang dilakukan oleh NHN Corporation dari Korea Selatan dengan Instant Messaging Line. Masih dari Korea Selatan, Kakao Corp juga masuk secara resmi ke Indonesia dengan Kakao Talk.
Dari China, nama Tencent jangan dilupakan dengan menggandeng salah satu raksasa media Indonesia yakni MNC Media melalui perusahaan patungan MNC Tencent.
Tak hanya pelaku di bisnis internet, Northstar yang dipercaya mengelola dana para investor asing juga telah masuk ke bisnis telekomunikasi Indonesia.
Sepak terjang Northstar bisa disimak dengan menguasai Centrin Online, Retower Asia, dan kabarnya juga membantu pengusaha nasional, komando Garibaldi Thohir atau lebih dikenal dengan Boy Thohir, menguasai 35% saham PT Hutchison CP Telecommunications Indonesia (HCPT).
Perbaiki Diri
Masuknya para pemain asing ini tentu menjadi sinyal positif bagi Indonesia. Negara ini adalah tempat yang layak untuk berinvestasi.
Tetapi disamping itu, kita juga masih harus mengurut dada jika mendengar beberapa infrastruktur strategis berkaitan dengan Teknologi Informasi (TI) masih ditempatkan di negara tetangga.
Simak aksi dari Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN) yang menjadikan Singapura dan Istanbul sebagai Hub. BlackBerry yang tarik ulur menempatkan server di Indonesia. Terakhir, Foxconn yang tak jelas kapan membuka pabrik di negeri ini.
Ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Apakah Indonesia ini hanya menjual keseksian di tataran kulit alias pasar?
Pertanyaan kritis harus diapungkan ke para petualang yang ingin memikat “gadis seksi” ini. Hanya sekadar ingin “mencicipi” setelah itu habis manis sepah dibuang, atau benar “memperistrinya".
Sudah saatnya pemerintah untuk memberikan rambu-rambu yang jelas sebelum “Gadis Seksi” ini terhisap semua madunya.
Para petualang harus bisa dipaksa tinggal lama di negeri ini dan bersama-sama membangun perekonomian.
Alangkah ruginya Indonesia jika terlambat sadar, karena negeri ini menyimpan sejuta peluang yang belum diutilisasi dengan maksimal di bidang telematika.
Ayo Indonesia Bisa!
@indotelko.com