Pendapatan perusahaan cloud skala besar di kawasan Asia Pasifik (APAC) diperkirakan akan melampaui US$221 miliar pada tahun 2027, mewakili sepertiga dari pendapatan global di sektor ini dan meningkat 352% dari total pendapatan saat ini.
Perusahaan besar dan lembaga pemerintah juga menikmati keserbagunaan dan skalabilitas yang ditawarkan oleh layanan cloud utama, organisasi yang berdampingan akan mempercepat migrasi mereka ke lingkungan yang serupa, mengarah pada adopsi lebih lanjut dan peningkatan kebutuhan kapasitas di setiap platform.
Beberapa negara besar seperti Filipina atau Indonesia, dengan penetrasi Internet hanya 70% secara regional, ratusan juta orang belum memanfaatkan sepenuhnya ekonomi digital, yang mengarah pada kebutuhan lebih lanjut akan penyedia layanan.
Bagaimanakah skala layanan cloud terbesar dapat berkembang dengan baik? Jawabannya terletak pada kemampuan untuk menerapkan lebih cepat dari sebelumnya dan mengimplementasikan peluncuran infrastruktur yang lebih cepat di berbagai pasar sasaran. Meskipun rencana awal bagi banyak perusahaan skala besar adalah mengembangkan kampus pusat data mereka sendiri, perpaduan antara pembangunan dan penyewaan skala besar dengan operator profesional akan menghasilkan peluncuran yang lebih lancar dan terencana dengan lebih baik untuk memastikan kesuksesan pelanggan.
Peningkatan Permintaan
Dalam upaya memenuhi pertumbuhan industri untuk mendukung data yang sedang berkembang, perusahaan raksasa skala besar ingin membangun pusat data mereka sendiri di pasar sehingga memungkinkan penggunaan latensi rendah pada setiap platform mereka. Di kawasan APAC sendiri, pembangunan yang sedang dilaksanakan telah meningkat hingga hampir 500 MW, dan 500 MW lainnya sedang dalam perencanaan.
Para pemain baru harus memastikan kecepatan masuk ke pasar, tetapi hal ini mungkin akan terhambat karena kurangnya keahlian mereka dalam mencari lokasi yang layak dan menerapkan proses menyeluruh dalam pembangunan pusat data yang dapat diukur dalam jangka waktu yang dijanjikan kepada para pemangku kepentingan. Adanya isu-isu terkini dalam rantai pasok global juga mengakibatkan waktu yang lebih lama dalam pengadaan suku cadang untuk membangun sebuah pusat data.
Beralih fokus ke pasar negara berkembang, infrastruktur pasokan listrik telah menjadi perhatian akhir-akhir ini karena negara-negara tersebut berupaya untuk memenuhi kebutuhan listrik yang diperlukan untuk memfasilitasi pertumbuhan industri yang membutuhkan pasokan listrik dalam jumlah besar.
Secara spesifik, Vietnam memiliki kekhawatiran mengenai jaringan listrik yang sedang dikembangkan, terlebih setelah pemadaman listrik yang dilaporkan di seluruh bagian utara negara itu awal tahun ini. Dengan proyeksi pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 10% per tahun hingga 2030, negara ini telah merubah peraturan untuk mengizinkan investor swasta memenuhi kekurangan tersebut, yang diperkirakan akan mencapai 65 gigawatt.
Tren kurangnya pasokan listrik serupa juga muncul di seluruh kawasan, bahkan kota-kota besar seperti Seoul dan Jakarta mungkin akan segera menghadapi masalah jaringan listrik karena permintaan yang mendadak dan konsisten untuk pembangunan besar.
Sementara itu, terdapat rintangan tambahan terkait peraturan dengan semakin banyaknya perusahaan yang membangun pusat data yang diharapkan dapat berperan aktif dalam membantu memenuhi tujuan mengatasi iklim di suatu negara. Mengingat fragmentasi lanskap peraturan pusat data regional, mungkin akan menjadi tantangan bagi pelaku bisnis untuk dapat menyatukan beberapa bagian dari perizinan, kebutuhan infrastruktur, dan teknologi yang diperlukan untuk memulai pembangunan pusat data.
Setelah moratorium selama beberapa tahun, Singapura mengizinkan untuk permohonan pembangunan pusat data, dengan syarat ukuran dan efektivitas penggunaan daya yang spesifik dapat dicapai oleh calon operator. Sementara pasar lain di kawasan regional mendorong permintaan yang melonjak untuk pusat data, masalah yang terkait dengan permintaan yang mendadak dan konsisten untuk pembangunan yang besar kemungkinan akan mengarah pada persyaratan peraturan yang lebih banyak.
Di sinilah penyedia pihak ketiga melangkah masuk membawa keahlian dan perencanaan untuk mengatasi kekhawatiran para perusahaan skala besar, sehingga mereka dapat fokus pada hal yang paling penting, yaitu pelanggan mereka.
Dari perspektif penyewaan, penyedia pusat data memungkinkan kecepatan dengan solusi yang mudah disesuaikan dengan pasar, sehingga pelaku bisnis dapat dengan mudah menerima pelanggan baru dan fleksibel dalam memenuhi persyaratan jika ada proyek baru dengan waktu dekat.
Selanjutnya, pusat data yang dibangun sesuai kebutuhan (build-to-suit) dikembangkan sesuai dengan spesifikasi pelanggan, tetapi dilengkapi dengan pengalaman dan keahlian yang ditawarkan oleh penyedia pusat data global. Dengan dukungan khusus dan pendanaan yang besar dapat mempercepat proses akuisisi lahan untuk pengembangan potensial, sehingga memungkinkan perusahaan skala besar untuk memulai bisnisnya di pasar yang baru.
Kemudahan akses masuk, efektivitas biaya, dan peluncuran yang lebih lancar, semuanya mengarah pada kemitraan yang berkelanjutan antara layanan cloud terbesar dan operator yang efektif secara global.
Industri pusat data berperan sebagai tulang punggung infrastruktur, yang memungkinkan pemerintah di seluruh dunia untuk mendorong pertumbuhan, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan ekonomi digital.
Menurut analisis AlphaBeta tahun 2022, industri pusat data di Singapura berkontribusi lebih dari US$2 miliar terhadap perekonomian setiap tahunnya dan 1,6 juta lapangan pekerjaan diciptakan oleh layanan cloud computing yang disediakan oleh pusat data lokal. Untuk dapat masuk ke pasar yang lebih cepat dengan waktu yang singkat, terutama di pasar-pasar baru, perusahaan skala besar dan pengguna pusat data lainnya harus mempertimbangkan kemitraan dengan penyedia pusat data untuk jangka panjang.(ak)
Ditulis oleh: Kelvin Fong, Managing Director (APAC), EdgeConneX