Dalam rangka memperingati setahun kehadirannya di industri telekomunikasi Indonesia, indotelko bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) menyelenggarakan seminar OTT : Friend or Foe di Balai Kartini Jakarta, belum lama ini.
Ya, tak terasa situs ini telah berusia setahun pada 11 November 2012 lalu.
Serangkaian kegiatan memang telah dilakukan sejak 11 November lalu, seperti mulai mengganti desain tampilan, hingga puncaknya menyelenggarakan seminar dengan tema yang lumayan menarik perhatian tersebut.
Sejumlah pembicara dihadirkan di seminar ini mulai dari Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Alex J Sinaga, Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Fetty Fajriati Miftach, Direktur Planning & Transformation Telkomsel Edward Ying, Director & Chief Commercial Officer Indosat Erik Meijer, Direktur Sales Axis Telecom Syakieb Sungkar, Deputy CEO Commercial Smartfren Djoko Tata Ibrahim, President Director Ericsson Indonesia Sam Saba, CEO NuMedia Andy Zain, dan VP Digital Services XL Axiata Joedi Wisuda.
Para pembicara di seminar pun mengakui tema yang diambil relevan dengan kondisi industri telekomunikasi sekarang.
Over The Top (OTT) bagi Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Alex J Sinaga direfleksikan dengan kalimat benci tapi rindu.
Benci disini, operator hingga sekarang masih merasa belum mendapatkan bagian yang optimal dari penghasilan OTT dalam memanfaatkan jaringanya.
Rindu, karena tanpa OTT jaringan data yang dibangun operator tidak ada artinya.
Apalagi, pasar suara dan SMS sudah mendekati titik jenuh sehingga jasa data diharapkan menjadi mesin pertumbuhan di masa mendatang.
Lantas apa pilihan yang tersedia bagi operator menghadapi OTT?
Erik Meijer mengungkapkan ada lima pilihan yang bisa dijalankan operator menghadapi OTT.
Pertama, tidak melakukan apa-apa. Kedua, melawan OTT dengan mencegah pelanggan menggunakannya. Ketiga, menteralisir aksi OTT. Keempat, berpartner dengan OTT. Kelima, meniru yang ditawarkan OTT.
Bagi kami, singkat kata dari lima aksi itu adalah pilihan berkawan atau bermusuhan dengan OTT bagi para operator.
Operator harus cepat menentukan pilihannya. Pasalnya, jika tak cepat bergerak hasil riset Ovum belum lama ini telah menunjukkan sinyal lampu kuning bagi operator.
Ovum dalam penelitiannya belum lama ini mengungkapkan ada bahaya yang mengancam pendapatan operator telekomunikasi hingga 2016 nanti.
Menurut Ovum, nilai dari pendapatan operator yang bisa digerus OTT secara global tak main-main.
Dikalkukasi mencapai US$ 23 miliar atau sekitar Rp 220 triliun di tahun 2012 ini. Angka potential lost ini diprediksi masih akan terus meningkat dari tahun ke tahun dan mencapai puncaknya di 2016 dengan hilangnya pendapatan berkisar US$ 58 miliar atau sekitar Rp 555 triliun.
Pilihan ada di operator. Seperti yang diucapkan Sun Tzu: Know your enemy: If you can’t beat them,join them.@indotelko