JAKARTA (IndoTelko) – Masalah frekuensi 3G ternyata tidak hanya panas di Indonesia. Teknologi yang masih menjadi andalan untuk jasa data ini ternyata juga sedang “panas” di Hong Kong.
Dikutip dari Telecom Asia belum lama ini, pemicu panasnya pembahasan frekuensi 3G di Hong Kong adalah niat dari pemerintah setempat untuk menender ulang frekuensi yang telah ditempati para pemain.
Salah satu pemain besar, Hutchison Telecommunications Hong Kong menganggap rencana pemerintah itu akan mengganggu layanan ke pelanggan dan bisnis.
CEO Hutchison Telecom Peter Wong mengatakan, rencana untuk meneder ulang tersebut tidak adil dan tidak mendesak dilakukan. Rencana itu dianggap tidak akan menghadirkan kompetisi tetapi merusak layanan dan menimbulkan biaya tinggi.
“Kami tidak ada masalah dengan kompetisi. Kami telah biasa berbisnis di kondisi kompetisi yang ketat. Kami telah banyak berinvestasi di infrastruktur telekomunikasi dan membantu Hong Kong sebagai hub telco di Asia serta menghadrikan tarif yang murah bagi masyarakat,” katanya.
Diingatkanya, jika operator ikut dalam tender ulang frekuensi akan berujung pada harga yang lebih tinggi sehingga ujungnya pelanggan dirugikan karena beban tersebut ditransfer ke pengguna.
Sebelumnya, pemain lain di Hong Kong, SmarTone mengungkapkan jika tender ulang di lakukan akan
meningkatkan biaya jaringan hingga 40%.
Regulator telekomunikasi Hong Kong sendiri telah mengusulkan tiga opsi ketika 2016 nanti lisensi 3G berakhir. Pertama melakukan tata ulang, melakukan tender ulang, ketiga kombinasi dari keduanya.
Kondisi Indonesia
Di Indonesia, tender tambahan blok ketiga baru saja selesai dan menghasilkan pemenang Telkomsel dan XL Axiata. Babak baru adalah penataan ulang posisi blok pada April nanti.
Sinyal perdebatan akan “panas” mulai terlihat. XL Axiata dikabarkan enggan pindah dari blok yang ditempatinya sekarang yakni 9 dan 10 di 2.1 GHz.
Aksi XL ini bisa dimaklumi karena dalam tambahan blok ketiga, anak usaha Axiata ini mendapatkan blok ke-12, sehingga tidak membutuhkan pergeseran yang radikal. Apalagi, XL kala menerima blok kedua telah rela bergeser beberapa tahun lalu.
Sekadar catatan, masalah penataan ulang di frekuensi 3G bukanlah masalah mudah. Pada 2011 untuk menggeser Telkomsel dari blok yang ditempatinya guna memberikan Axis dan Tri posisi berdampingan tak terealisasi karena kuatnya resistensi dari penguasa seluler kala itu.(ak)