PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) kembali menjadi sorotan beberapa waktu lalu di media massa.
Aksi perseroan melepas 80% kepemilikannya di anak usaha yang bermain di TV berbayar, TelkomVision, ke CT Corpora kali ini yang menjadi sasaran.
Kabar beredar mengatakan nilai transaksi setara US$ 100 setara Rp 980,3 miliar. Secara enterprise value, TelkomVision dibanderol sekitar US$ 200 juta atau Rp 1,9 triliun termasuk hutang oleh Telkom.
CT Corpora kabarnya membayarkan sebesar US$ 100 juta ke Telkom setelah dikurangi hutang, sebagian lagi dimasukkan ke TelkomVision sebagai penguatan modal. Grup usaha ini dikabarkan menyingkirkan Elang Media Teknologi (EMTEK) dalam proses tender yang digelar Telkom beberapa waktu lalu.
Bagi pihak yang kontra menyebutkan transaksi dinilai tidak memiliki urgensi terhadap kinerja Telkom. Pelepasan TelkomVision justru menjadikan Telkom melepas kesempatan bisnis di masa depan.
Bagi yang pro menyatakan wajar anak usaha tersebut dilepas karena selama ini menjadi beban bagi Telkom karena rugi selama 16 tahun.
Hingga akhir 2012, pendapatan Telkomvison mencapai Rp 405 miliar atau naik 56% dari akhir 2011 Rp 259 miliar. Namun, Margin laba sebelum biaya bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) dari TelkomVision selama periode 2010-2012 berada di posisi 20% atau lebih rendah ketimbang industri yang sebesar 35%.
Menambah Nilai
Kajian menarik dan terlihat netral dilepas lembaga pemeringkat Moody’s pekan lalu. Lembaga ini menyakini kemitraan yang dijalin Telkom dan CT Corpora akan mengubah permainan dalam industri televisi berbayar di Indonesia.
Menurut Moody’s aksi mencari mitra yang kuat di bisnis konten merupakan langkah strategis yang positif bagi Telkom, karena dengan kemitraan ini Telkom Group mampu meng-unlock value dari bisnis televisi berbayar yang dimilikinya, yakni Telkom Vision.
Sebagai penyedia infrastruktur, Telkom akan mampu memanfaatkan keunggulan infrastrukturnya untuk menumbuhkan Telkom Vision.
Sebaliknya CT Group sebagai penyedia konten akan mampu memanfaatkan keunggulannya untuk bersama-sama mengembangkan Telkom Vision.
Kombinasi konten dari CT Group dan infrastruktur jaringan Telkom, ditambah kemampuan Telkom melakukan cross sell dan produk bundling antara layanan televisi berbayar, fixed phone, dan mobile phone, akan menjadi kunci keunggulannya dibanding pemain televisi berbayar lainnya.
Selain itu, menurut Moody’s, dengan adanya kemitraan strategis tersebut, Telkom Vision dipercaya akan mampu tumbuh lebih cepat dan memperoleh market share lebih besar.
Keluarnya analisa yang lumayan netral ini diharapkan bisa mengurangi kontroversi terkait transaksi ini.
Tetapi, bagi Telkom kontroversi yang sempat menghiasi media selama seminggu belakangan ini harus menjadi pelajaran berharga, terutama masalah keterbukaan informasi ke publik.
Sebagai perusahaan publik rasanya wajar manajemen Telkom memberikan sinyal aksi-aksi korporasi yang dilakukan ke pasar agar para investor tidak terkejut ketika satu transaksi sudah selesai.
Pasalnya, Telkom tidak hanya milik segelintir orang, tetapi masyarakat Indonesia.
@IndoTelko.com