Lama tak terdengar sepak terjangnya, belakangan ini Dian Rachmawan kembali menghiasi sejumlah pemberitaan media lokal, terutama yang memberikan porsi khusus tentang informasi industri telekomunikasi.
Sebagai CEO PT Telekomunikasi Indonesia International (Hong Kong) Limited atau Telin Hong Kong, Dian berhasil mengharumkan nama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) di Asia Timur.
Telin Hong Kong didirikan pada 8 Desember 2010 dan beroperasi secara resmi 1 Maret 2011 mengantongi Unified Carrier License (UCL).
Pada Oktober 2012, Telin Hong Kong memulai kiprahnya memasarkan layanan Mobile Virtual Network Operator (MVNO) hasil kerjasama dengan operator CSL Limited.
Dalam waktu sekejap produk ini menembus 40 ribu pelanggan. Jumlah yang mengejutkan jika mengetahui Pria jebolan Bradford College ini ternyata hanya memiliki 7 karyawan.
IndoTelko belum lama ini sempat berbincang santai dengan mantan Division Head Telkom Flexi periode 2005-2007 ini. Berikut kutipannya:
Bagaimana kisahnya bisa ekspansi ke Hong Kong?
Saya setelah di Flexi bertugas di PT Telekomunikasi Indonesia International (Telin) menduduki Direktur Pengembangan Bisnis dan Investasi (2007-2009) dan Direktur Operasi pada 2010. Saya ikut dalam ekspansi Telin ke Singapura. Saya melihat pasar Hong Kong ini menarik karena aturannya jelas dan salah satu Hub dari bisnis telekomunikasi internasional. Lantas saya ajukan proposal bisnis ke pimpinan untuk ekspansi ke Hong Kong, Alhamdulillah disetujui.
Langkah pertama ketika di Hong Kong?
Kami dirikan Telin Hong Kong dengan bisnis awal dari jualan wholesale suara, International Private Leased Circuit (IPLC) dan IP Transit. Kala kita operasional pada 11 Maret 2011 itu di Jepang ada kejadian kabel laut putus. Ini menjadi peluang bagi Telin untuk menjual jasanya.
Telin Hong Kong bermain MVNO?
Benar, karena potensi pasarnya besar. Di Hong Kong terdapat 170 ribu jiwa WNI. Saat ini Average Revenue Per User (ARPU) dari kartu AS 2 in 1 milik Telin Hong Kong sekitar Rp 250 ribu dari 50 ribu pelanggan. Penjualan per bulan dari kartu AS 2 in 1 sekitar Rp 7 miliar. Sekarang ini kontribusi MVNO ke Telin Hong Kong sekitar 35%, jika sudah tembus 100 ribu pelanggan, itu akan dominan. Saya melakukan semua ini dengan dukungan tiga karyawan dari Telkom, 4 staf lokal, dan 40 promotor yang menjual langsung produk. Soalnya MVNO ini penjualannya distribusi langsung.
Bisa ceritakan pola bisnis MVNO itu?
MVNO itu berbeda dengan co-branding produk walau sama-sama membeli menit dalam wholesale. Kalau MVNO ada investasi di Intelligent Network (IN), billing prepaid, VAS, dan SMS Center. Secara pemasaran ini menjadikan pemain MVNO lebih luwes dalam neawarkan layanan. Berbeda dengan Co-branding, investasi minim dan semua kegiatan pemasaran harus mendapatkan persetujuan dari pemilik jaringan.
MVNO itu menguntungkan?
Tentu saja, marginnya menarik. Kuncinya bermain di skema pentarifan. Kita lihat pasar dengan mengacu pada harga paling murah. Setelah itu kita tawarkan lebih murah daripada yang murah. Umpamanya ada yang menawarkan 65 sen per menit, kita kasih 60 sen per menit. Hal yang penting harus bisa menjaga untung. Biaya paling besar hanya di pemasaran, sekitar 8% dari target pendapatan.
Telin Hong Kong menggunakan brand Telkomsel?
Benar, ini strategi pemasaran karena masyarakat Indonesia itu tahunya Telkomsel. Dari kerjasama ini tak ada revenue sharing dengan Telkomsel, tetapi ini sangat menguntungkan. Kami mendatangkan trafik bagi Telkomsel. Sekitar 10 juta menit dari Indonesia melalui Telkomsel ke produk kami dan itu tumbuh terus 20% tiap bulan.
Apa Tantangan terberat melakukan ekspansi?
Ekspansi itu tidak mudah. Saya punya keuntungan, di belakang saya ada Telkom dan saham Indonesianya. Ini langkah awal agar negara dikunjungi melirik. Tetapi dalam berbisnis itu saja tidak cukup. Kita harus ulet dan paham aturan main di negara dituju.
Rencana Anda lainnya di Asia Timur?
Saya sudah dirikan Telkom Taiwan dan Telkom Macau. Kami akan bermain MVNO juga di negeri itu. Doakan saja lancar.(id)