JAKARTA (IndoTelko) – Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menganggap nilai Rp 100 ribu untuk SIM Card perdana adalah angka yang wajar dan sesuai dengan daya beli masyarakat saat ini.
“Itu angka yang wajar dan Rp 100 ribu itu murni harga banderol bukan termasuk bonus dan lainnya. Kemarin malah ada yang usul di Rp 500 ribu- Rp 900 ribu. Terus kita lihat harga ponsel termurah itu ada yang Rp 300 ribu. Nah, feeling kita Rp 100 ribu itu wajar dimana masih bisa dikejar oleh daya beli masyarakat,” ungkap Anggota Komisioner BRTI Nonot Harsono, kemarin.
Dijelaskannya, latar belakang dibanderol mahalnya SIM Card perdana untuk menekan perputaran yang terlalu cepat penomoran padahal blok nomor adalah sumber daya alam terbatas.
Selain itu regulator juga ingin menekan tingkat pindah layanan (Churn rate) yang terlalu tinggi di Indonesia yang di kisaran 20% setiap bulannya. Padahal, di luar negeri di angka 18% setiap tahun.
“Dulu SIM Card perdana itu Rp 900 ribu, orang jadi sayang ganti nomor karena untuk mendapatkannya mahal. Nah, kalau sekarang dilepas Rp 2 ribu hingga Rp 5 ribu itu membuat orang mudah melepas nomor,” jelasnya.
Diungkapkannya, saat ini draf revisi Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi sudah di tangan Kesekjenan Kemenkominfo dan didorong untuk secepatnya masuk ke tahap uji publik. “Kita maunya uji publiknya segera dan lama. Semua aspirasi diserap,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) yang juga Direktur Utama Telkomsel, Alex Janangkih Sinaga mengingatkan industri seluler nasional bisa kolaps jika beleid harga Sim Card perdana senilai Rp 100 ribu diterapkan.
“Jika kebijakan itu dipaksakan langsung kolaps industri ini. Tak bijak jika itu dijalankan, pasar bisa terdistorsi,” katanya.
Menurutnya, karakter masyarakat Indonesia dalam berlangganan telekomunikasi sangat price sensitf sehingga jika dipasang banderol mahal, dijamin akan ditinggalkan pengguna.
Apalagi, pasar Indonesia adalah prabayar. Hal itu bisa terlihat di Telkomsel dimana pengguna pascabayar hanya 2,5 juta nomor sementara prabayar 122,5 juta nomor.
Fakta lainnya, banderol Sim Card murah telah menjadi alat persaingan bagi operator untuk mendapatkan pelanggan baru. Biasanya, kala dilepas 8 kartu perdana, satu akan kembali menjadi pelanggan setia.
Presiden Direktur XL Axiata Hasnul Suhaimi memprediksi jika Sim Card harganya Rp 100 ribu maka churn rate akan turun siginifikan.“Syaratnya, harus konsisten dan diawasi dengan ketat. Selama ini terdapat sekitar 50 juta sim card hilang setiap tahunnya atau setara Rp 3 triliun terbuang percuma setiap tahunnya,” katanya.
Secara terpisah, Founder IndoTelko Forum Doni Darwin menilai angka Rp 100 ribu tak bisa dianggap sebagai ukuran daya beli yang layak bagi masyarakat mengakses jasa seluler.
“Jasa seluler sudah menjadi kebutuhan pokok seluruh lapisan masyarakat. BLSM saja Rp 150 ribu, kok bisa dibilang Rp 100 ribu nilai psikologis yang pantas untuk kartu perdana,” keluhnya.
Ditambahkannya, kebijakan itu tak akan efektif menekan churn rate selama operator masih membuat konsep pemasaran yang mendorong penggunaan multiple SIM card.(ak)