Parlemen Pertimbangkan Aturan Baru untuk Bisnis Digital

Ilustrasi (dok)

JAKARTA (IndoTelko) – Komisi I DPR RI mempertimbangkan untuk membuat aturan baru guna melindungi bisnis digital di Indonesia dari serangan pemain asing.

“Undang-Undang (UU) Telekomunikasi yang sekarang masih liberal dan banyak berpihak ke asing. Rasanya memang perlu amandeman UU atau bahkan jika terlalu banyak yang harus diatur, dapat membuat aturan baru untuk melindungi kepentingan nasional,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tantowi Yahya, kemarin.

Dikatakannya, dalam aturan baru nanti harus berisikan ketentuan pemerintah bisa memaksa para investor asing untuk mengikuti segala peraturan di Indonesia jika ingin berinvestasi.

"Misalnya soal kewajiban membuka data center atau menjadi wajib pajak. Rasanya aturan baru ini penting karena posisi Indonesia lumayan strategis di pasar digital,” paparnya.

Tertibkan
Sementara Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menindak tegas pemain Over The Top (OTT) asing yang tidak membayar pajak.

“Pemain lokal kena pajak, asing malah tidak. Padahal secara transaksi asing ini lebih banyak penggunanya.Saya berharap, Menkominfo mengambil tindakan tegas soal ini. Karena kalau lama-lama dibiarkan, kita akan rugi," ujarnya.
 
Praktisi internet Onno W Purbo mengatakan jika pemerintah mendukung pemain OTT dalam negeri akan siginifikan mendorong ekonomi kreatif. “Pemerintah harusnya mendukung penggunaan aplikasi lokal dan membuat media sosial sendiri untuk mendukung langkah tersebut,” sarannya.

Secara terpisah, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Ismail Cawidu menjelaskan pemerintah sudah memiliki instrument untuk mendorong OTT berinvestasi di Indonesia yakni Peraturan Pemerintah tahun 2012 dimana didalamnya diatur masalah kewajiban membayar pajak dan membangun data center.

Dikatakannya, untuk melengkapi peraturan yang ada, di bawah pemerintahan yang baru, akan segera menjabarkan lebih rinci terkait ketentuan wajib pajak pada perusahaan situs online asing tersebut.

Ditambahkannya,  nantinya akan ada ketentuan lebih rinci terkait pemain asing tersebut seperti harus memiliki data center dan server di Indonesia, dengan menggunakan domain bahasa Indonesia (co.id). “Untuk penyempurnaan regulasi, pemerintah masih membutuhkan waktu. Sekarang sudah dipercepat," ujarnya.

Sebelumnya, nggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono  mengingatkan  pada 14 Maret 2014, Kementerian Perdagangan Amerika Serikat telah mengirim surat resmi kepada Sekjen ITU yang isinya meminta organisiasi itu agar menyerukan kepada seluruh negara anggotanya untuk tidak meregulasi internet.

“Perdagangan bebas online secara global yang dikemas dalam kampanye "Economic Benefit of Open Internet" tentu akan membuat Indonesia menjadi  bordeless nation atau seolah tidak ada di dunia cyber. Ini akan ada masalah defisit Neraca Perdagangan Online dan Jasa Telekomunikasi, masalah peluang kerja teknologi informasi yang semakin sempit karena semua Aplikasi dan Konten sudah dikuasai pemain global,” ungkapnya.

Belum lama ini Menkominfo Rudiantara bernegosiasi dengan CEO Vimeo Kerry Trainor dalam rangka membuka blokir akses situs berbagi video itu di Indonesia. Pria yang akrab disapa RA itu menginginkan Vimeo memblokir setiap akses konten yang mengandung unsur pornografi dengan memberikan peringatan seperti This service is not available in this region.

Banyak kalangan beranggapan langkah bernegosiasi ini membuat posisi Indonesia terkesan pincang dengan OTT asing mengingat aturan soal pembangunan data center dan filterisasi sudah jelas dalam Peraturan Pemerintah tahun 2012.(id)