JAKARTA (IndoTelko) – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara meminta skema kerjasama yang kongkrit ditawarkan operator dengan pemain Over The Top (OTT) global agar tercipta kondisi yang setara antara penyedia jaringan dengan pemain konten.
OTT adalah pemain yang identik sebagai pengisi pipa data milik operator. Para pemain OTT ini dianggap sebagai bahaya laten bagi para operator karena tidak mengeluarkan investasi besar, tetapi mengeruk keuntungan di atas jaringan milik operator. Golongan pelaku usaha yang masuk OTT diantaranya Facebook, Twitter, dan Google.
“Saya minta semua operator untuk mengumpulkan data soal OTT global itu. Mana yang trafiknya tinggi, pengguna banyak, atau haus bandwidth. Nanti berikan ke saya, akan dibantu mediasi dengan mereka idealnya skema kerjasama bagaimana. Mudah-mudahan sebelum Maret 2015, tak ada lagi cerita soal OTT ini seperti keluhan operator,” ungkap Pria yang akrab di sapa Chief RA itu kala menjadi pembicara di Talk Show Hut ke-3 IndoTelko Forum, Kamis (11/12).
Dijelaskannya, dalam menghadapi OTT pendekatannya ada dua yakni represif atau bisnis. “Kita bisa saja chauvinistic, tetapi tidak bisa seperti itu. Kita harus seperti memegang ikan, tak boleh terlalu ketat karena bisa mati, tak bisa terlalu longgar malah lari,” jelasnya.
Dicontohkannya, belum lama ini dirinya bertemu dengan CEO Path, Dave Morin. “Saya minta Path berbisnis lebih banyak di Indonesia, apa yang dibutuhkan untuk itu. Indonesia pasar yang menjanjikan. Jadi, cara lobinya seperti itu, kita harus seperti sales, sudahlah bicara seperti orang marketing. Jual apa yang dibutuhkan dan bisa dipenuhi,” katanya.
Harus Ditata
PLT Direktur Utama Telkom Indra Utoyo mengakui hubungan antara operator dengan OTT harus ditata. “Paling bahaya dari era konten ini adalah cultural attack. Kita harus mulai memikirkan dimana titik-titik akses bisa dikendalikan. Kerjasama yang balance antara operator dan OTT memang harus ada,” katanya.
CIO Indosat Herfini Harjono mengakui Indonesia memiliki daya tawar dengan OTT global namun dalam bernegosiasi harus elegan. “Kita harus pikirkan adanya teknologi yang bisa mengidentifikasi asal trafik dari mana, setelah itu kita bawa menjadi salah satu bahan negosiasi,” katanya.
Presiden Direktur XL Axiata Hasnul Suhaimi mengakui isu OTT harus dibenahi karena operator sudah bekerja keras membangun infrastruktur. “Kita yang bangun mereka dapat uang. Kita coba adopsi model bisnisnya mereka, malah protes dengan alasan net neutrality. Kita minta ada kerjasama dengan hitung-hitungannya,” keluhnya.
CEO Aora TV Guntur S Siboro menyarankan operator berkerjasama dengan OTT dan belajar cara bisnisnya. “OTT punya kekuatan mampu melakukan analisa perilaku pelanggan secara mendalam karena berbasis aplikasi. OTT ini datang kala operator belum balik investasi di jaringan data. Baiknya nanti kalau kerjasama dengan OTT itu dikirim orang kreatif saja dari operator agar platform berfikir sama,” katanya.
Ketua Komtap Bidang Telekomunikasi Kadin yang juga Penasehat IndoTelko Forum Johnny Swandi Sjam mengingatkan ditengah semua jaringan terkoneksi internet, isu keamanan jangan dilupakan. “Kita rasanya perlu badan security cyber nasional, soalnya semua sudah terkoneksi internet. Ini agar Indonesia memiliki kekuatan di dunia maya,” tegasnya.(id)