JAKARTA (IndoTelko) – Paripurna sudah masa belajar seorang Dian Siswarini menuju kursi orang nomor satu di XL Axiata.
Pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) operator itu Rabu (1/4), wanita berkacamata ini diangkat menggantikan Hasnul Suhaimi yang telah mengabdi sejak Oktober 2006 di anak usaha Axiata itu.
Dian saat ini menjadi satu-satunya wanita yang menempati posisi sebagai direktur utama di operator telekomunikasi Indonesia. Banyak kalangan menganalogikan Dian sebagai seorang srikandi yang tengah bertempur melawan para arjuna di industri karena semua operator nasional orang nomor satunya adalah pria.
Namun, Dian bukan sembarangan srikandi. Selama tiga tahun Ibu tiga anak digembleng secara keras oleh sang mentor, Hasnul Suhaimi.
Layaknya pendekar yang tengah disiapkan melawan kerasnya dunia persilatan, Dian yang memulai karir sebagai orang teknis dipaksa belajar bisnis dengan menduduki posisi Director/Chief of Digital Services di XL.
Setelah itu Dian menduduki jabatan strategis di Axiata grup dan kembali ke XL sebagai Deputy CEO. Teori bisnis dan manajemen pun diperkuat oleh wanita yang menjadi direksi di XL kala berusia 37 tahun ini dengan menuntut ilmu ke salah satu perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat.
Per 1 April 2015, masa belajar sudah usai. Sekarang saatnya Srikandi Dian turun gunung melawan para pendekar sakti lainnya di industri telekomunikasi.
IndoTelko dalam beberapa kesempatan sempat mewawancarai wanita yang akrab disapa DS ini, berikut kutipannya:
Bagaimana melihat industri seluler sekarang?
Kondisi atau game plan sudah berubah. Sekarang pasar itu lebih tersegmentasi bukan massal. Ini membuat XL pun harus berubah. Dulu kita berhasil dengan strategi mini factory dimana ingin mengoptimalkan alat produksi melalui low price high volume. Bayangkan, kita itu dulu small low number three dan berubah menjadi strong number two di industri. Pelanggan naik lima kali lipat, EBITDA tumbuh tiga kali. Sekarang di era data tak bisa lagi, pasar berubah.
Pasar atau pelanggan yang berubah?
Pasar itu pesaing , pelanggan dan ekosistem berubah. Sekarang era data, kebutuhan orang berbeda-beda. Karena itu kita bergeser dari acquisition based menjadi profitability focused model. Model bisnis yang mengedepankan profitabilitas buat pelanggan dinilai lebih cocok mengingat kebutuhan pelanggan lebih beragam.
Bagaimana eksekusi dari model bisnis baru ini?
Kami tidak menggunakan akuisisi pelanggan lagi, pasar sudah tinggi penetrasinya. Kita akan lebih mementingkan kualitas di layanan. Anda tahu, pada 2014 itu semua operator di Indonesia membuang 400 juta SIM Card per tahunnya. Tentu ini merugikan, karena itu kita pilih melakukan transformasi, yakni revamp, raise, dan reinvent.
Bisa diceritakan detailnya?
Tahap pertama di tahun 2015 ini kita mengoptimalkan bisnis inti, di antaranya berhenti mencari high cross add, mengubah produk portofolio dan tarif, realiansi jalur distribusi tradisional, memperkuat jajaran manajemen. Tahap kedua, meningkatkan penambah nilai (value added) untuk 2015-2016. Tahap ini bisa melalui dengan dua brand strategi XL dan Axis, transformasi jaringan distribusi dengan saluran modern, dan digitalisasi operasi bisnis. Tahap ketiga, di tahun 2017 yaitu memberikan lebih dari core businees dengan long term value creation dengan new business.
Munculnya produk Axis seperti menunjukkan inkonsistensi dengan mencari pelanggan berkualitas?
Kala iklan Axis baru muncul saya banyak diprotes orang karena dianggap tak belajar dari masa lalu dimana tak sukses dengan multibrand. Tetapi kalau disimak penjelasan tadi, kita ini ingin melayani pelanggan, dan memang ada segmentasi seperti Axis itu. Axis lebih sebagai tactical brand, backbone pendapatan dari merek XL.
Jadi merek XL disiapkan melawan penguasa pasar?
Bukan, kami itu fokus melayani pelanggan yang ada. Tak ada keinginan head to head dengan pesaing.
Lantas ukuran untuk growth plan apa?
Kami dalam ekspansi sekarang tidak asal main bangun site. Kita lakukan pemasaran 360 derajat. Ukurannya kondisi pasar, jaringan, saluran distribusi, kondisi internal, dan kebutuhan pelanggan. Dimana kita lihat dari ukuran-ukuran itu XL kuat, we are ready for the battle. Kita harus pintar memilih area pertempuran, tak semuanya harus dimenangkan.
Berapa area yang dianggap layak untuk XL hadirkan great battle bagi pesaing?
Aduh, saya tak mau provokatif begitu. Saya hanya mau fokus dengan growth plan dari XL. Tapi kalau ada yang bilang tengah siapkan ratusan kota, kami juga siapkan ratusan kota terutama kota-kota utama dan tier-2 untuk menjadi andalan pertumbuhan.(dn)