Samsung Bikin Kinerja Distributor Meriang

Ilustrasi (dok)

JAKARTA (IndoTelko) – Kinerja distributor produk telekomunikasi khususnya yang mengandalkan penjualan dari perangkat smartphone di tahun 2015 diperkirakan masih dalam tekanan khususnya di sisi bottom line.

Salah satu pemicunya menurut kajian dari Analis Mandiri Sekuritas Matthew Wibowo dalam risetnya belum lama ini karena vendor Samsung masih tetap menerapkan kebijakan persediaan (inventory) yang tak menguntungkan distributor meskipun pabrik handset-nya akan beroperasi pada April ini.

Dua distributor yang tercatat di bursa saham yang disorot adalah PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dan PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE).

Erajaya  hanya membukukan keuntungan sebesar Rp 214,386 miliar sepanjang 2014 atau turun 38% dibandingkan periode 2013 sebesar Rp 348,614 miliar. Sedangkan TiPhone membukukan keuntungan sepanjang 2014 sebesar Rp 304,768 miliar atau naik 3,34% dibandigkan 2013 sebesar Rp 294,906 miliar.

“Kami mengubah prediksi harga saham terhadap Erajaya  karena  inventory days yang lebih lama,  beban bunga yang naik, dan  margin yang konstan. Kami menurunkan rekomendasi pada ERAA menjadi Netral  dan merevisi target harga saham menjadi Rp 970 dari sebelumnya rekomendasi beli di target harga Rp1.440,” katanya dalam kajian itu.

Sementara untuk Tiphone, meskipun memiliki bisnis voucher yang bagus dengan potensi peningkatan pangsa pasar, segmen handset masih akan menjadi tantangan tersendiri bagi emiten ini karena kebijakan Samsung menjaga level persediaan (inventory level) selama 2 bulan telah menekan margin keseluruhan dari emiten dengan kode saham TELE ini.

“Kami menurunkan rekomendasi TELE menjadi Netral (dari Buy) dengan target harga saham Rp950 yang merncerminkan valuasi rasio harga saham (PE rasio) FY2016 sebesar 15x. Kami meyakini potensi kenaikan TELE tetap terbatas karena terbebani segmen handset terkait dengan isu inventory tersebut,” pungkasnya.

Secara terpisah, Direktur Pengembangan Bisnis Erajaya Jeremy Sim mengakui kebijakan inventory yang diterapkan Samsung memang membebani modal kerja perseroan. “Tetapi kami optimistis tahun ini kinerja akan lebih baik karena Samsung realisasikan bangun pabrik di Indonesia. Apalagi kita banyak varian merek yang pakai rupiah seperti Samsung atau Xiaomi,” tutupnya.(id)