JAKARTA (IndoTelko) - Monetisasi anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) di sektor penyediaan menara, PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), yang dirancang sejak beberapa tahu lalu nasibnya tengah ditunggu para investor di pasar saham.
“Salah satu yang ditunggu investor dari Telkom adalah tuntasnya aksi korporasi yang melibatkan Tower Bersama. Jika ada kepastian tentang transaksi itu, bisa menjadi katalis bagi saham Telkom ke depan,” ungkap Analis NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada di Jakarta, Kemarin.
Diharapkannya, manajemen Telkom bisa memberikan paparan kepada investor kala Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang dilaksanakan pada Jumat (17/4), ini.
“Pasar tidak hanya menunggu transaksi itu dijalankan, tetapi bagaimana nanti setelah transaksi berjalan. Karena langkah selanjutnya adalah monetisasi menara milik Telkomsel yang juga bisa menjadi strategi pertumbuhan bagi Telkom,” pungkasnya.
Sebelumnya, Telkom sudah melakukan Conditional Sales Purchase Agreement (CSPA) dengan Tower Bersama pada tahun lalu terkait monetisasi Mitratel.
Dalam perjanjian kerjasama itu Telkom dan Tower Bersama akan menukar 100% sahamnya di Mitratel dengan 13,7% saham dari Tower Bersama yang berasal dari penerbitan saham baru.
Kesepakatan ini akan dilaksanakan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, Telkom akan menukarkan 49% kepemilikannya di Mitratel dengan 290 juta lembar saham baru dari emiten dengan kode saham TBIG ini.
Setelah menyelesaikan pertukaran saham tahap awal, Tower Bersama akan memegang kendali manajemen dan mengkonsolidasikan Mitratel dalam laporan keuangan Perseroan.
Tahap kedua, Telkom memiliki opsi untuk menukarkan 51% sisa kepemilikan Telkom di Mitratel dalam jangka waktu dua tahun dengan tambahan 472,5 juta saham baru TBIG.
Selain kepemilikan saham di TBIG, Telkom akan menerima tambahan pembayaran kas sampai maksimum sebesar Rp 1,739 triliun apabila Mitratel dapat mencapai target pencapaian tertentu yang telah disetujui.
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUSPLB) yang dilakukan Tower Bersama pada Februari lalu telah menyetujui right issue tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) tahap pertama sebesar 10% sebagai prasyarat tukar guling saham Mitratel.
Dalam kajian yang dilakukan sejumlah analis kala CSPA diumumkan Telkom pada Oktober 2014, strategi menggandeng Tower Bersama untuk monetisasi Mitratel adalah langkah yang tepat karena jika emiten Halo-halo ini mengandalkan pertumbuhan organic tak memberikan nilai tambah.
Sementara jika monetisasi dengan melepas saham ke pasar, diperkirakan tak memberikan valuasi premium bagi Telkom.
Langkah backdoor listing dengan Tower Bersama dianggap tepat karena nilainya empat kali Booked Value mengingat dilepas dengan harga premium dan bisa mengurangi beban utang.
Ketika CSPA ditandatangani pasar langsung menyambut positif. Harga saham TLKM memasuki tren peningkatan, bahkan sempat terkerek naik hingga 30% dalam satu kwartal. Sejalan dengan itu kapitalisasi pasar Telkom melonjak hingga Rp330 triliun.
Namun seiring dengan ketidakpastian penyelesaian transaksi tersebut, sentimen pasar kembali merosot tercermin dari harga saham yang telah turun di bawah Rp2.800 per lembar.(dn)