Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara akhirnya melantik Anggota Komite Regulasi Telekomunikasi (KRT) Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) periode 2015-2018.
Para KRT yang dilantik adalah Agung Harsoyo, I Ketut Prihadi Kresna, Muhammad Imam Nashiruddin, Rolly Rochamd Purnomo, Rony Mamur Bishry, dan Taufik Hasan sebagai perwakilan dari unsur masyarakat.
Sementara dari unsur pemerintah juga ikut dilantik adalah Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kalamullah Ramli, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Muhammad Budi Setiawan, dan Staf khusus Menkominfo Danrivanto Budhijanto.
KRT perwakilan masyarakat bisa dikatakan sebagai manusia setengah dewa karena berhasil melewati seleksi dan persyaratan yang ketat. (Baca juga: BRTI Mencari Manusia Setengah Dewa)
Para KRT mendapatkan tiga beban kerja yang lumayan berat yakni membereskan urusan formulasi Interkoneksi, mengantisipasi konsolidasi di industri seluler, dan menyukseskan Rencana Pita Lebar Indonesia. (Baca juga: Misi BRTI 2015-2018)
Isu interkoneksi adalah sesuatu yang harus dituntaskan dalam waktu cepat dan menjadi bukti janji-janji para anggota KRT perwakilan masyarakat kala mengikuti tes wawancara dengan Panitia Seleksi.
Para KRT harus bisa meneruskan aksi yang pernah dihelat oleh BRTI di periode 2009 dimana berhasil memangkas biaya interkoneksi sehingga tarif ritel pun terkoreksi lumayan dalam.
Untuk diketahui, sejak 2009, walau biaya interkoneksi selalu berubah tidak ada lagi revolusi terjadi di tarif ritel. Ini akan menjadi tantangan bagi para KRT yang notabene harus menyelesaikan pekerjaan dari KRT periode sebelumnya mengingat formula perhitungan dari interkoneksi sedang dibahas.
Publik sangat menunggu keberanian dari KRT yang mengklaim diri sebagai perwakilan masyarakat untuk lebih berani menegakkan aturan interkoneksi. Dan, jika memang mengaku revolusioner harus berani memasukkan unsur trafik promosi serta tak segan menambah operator dominan di seluler sebagai pertimbangan perhitungan.
Jika hal itu dilakukan, maka dijamin akan ada equilibrium baru di industri seluler karena biaya interkoneksi akan terkoreksi dimana ujungnya bisa mempengaruhi tarif ritel. Pasalnya, biaya interkoneksi salah satu komponen tarif ritel selain biaya promosi, dan margin keuntungan.
KRT-BRTI juga harus mulai memikirkan lebih serius kehadiran pemain Over The Top (OTT). Seandainya para KRT berani dan inovatif mengadopsi konsep Interkoneksi untuk mengatur hubungan operator dengan OTT, ini akan menjadi angin segar bagi industri seluler.
Terakhir, isu yang akan menjadi pekerjaan berat adalah masalah mengantisipasi konsolidasi di industri. Fokus utama adalah masalah kepemilikan frekuensi. Para KRT tak boleh terjebak atas nama efisiensi membiarkan frekuensi menjadi bahan dagangan dari pelaku usaha.
Jika dilihat pekerjaan dari para KRT untuk jangka pendek memang tak mudah ditengah keterbatasan wewenang dan tingginya harapan publik. Selamat Bertugas!
@IndoTelko