JAKARTA (IndoTelko) – PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) kembali membuka wacana melangsungkan penawaran umum berkelanjutan (PUB) obligasi senilai total Rp 2 triliun.
Tahap pertama, perseroan akan menerbitkan obligasi sebesar Rp 500 miliar pada Juni 2015.
Sekretaris Perusahaan Tiphone Semuel Kurniawan mengungkapkan, perseroan sudah menunjuk satu penjamin emisi, yaitu PT Bahana Securities. “Dana hasil emisi obligasi tahap pertama senilai Rp 500 miliar hanya akan dipakai untuk refinancing utang,” ungkapnya, belum lama ini.
Dikatakannya, jika kondisi pasar modal cukup baik pada semester II-2015, perseroan akan melanjutkan penerbitan sisa PUB. Perseroan mempertimbangkan tingkat bunga obligasi yang lebih rendah, ketimbang bunga pinjaman bank.
Namun, emiten dengan kode saham TELE ini tetap membuka penawaran fasilitas kredit perbankan. Saat ini, perseroan menjajaki pinjaman senilai Rp 2 triliun dari empat bank asing dan lokal. Pinjaman tersebut juga akan digunakan untuk refinancing utang.
“Tapi fasilitas perbankan tidak akan ditarik secara bersama dengan penerbitan obligasi. Intinya kami mencari cost pendanaan eksternal yang murah,” jelasnya.
Tiphone telah memperoleh persetujuan pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 23 Oktober 2014. Ketika itu, pemegang saham menyetujui rencana penerbitan obligasi maksimum sebesar Rp 2 triliun, serta rencana perseroan memperoleh kredit sindikasi hingga senilai Rp 2,5 triliun. (Baca juga: TiPhone ingin terbitkan obligasi)
Per 31 Maret 2015, Tiphone memiliki utang jangka pendek senilai Rp 2,31 triliun. Utang tersebut terdiri atas annual renewable revolving credit facility dari Standard Chartered Bank senilai Rp 1,72 triliun, fasilitas kredit HSBC senilai Rp 347,4 miliar, demand loan dari PT Bank Permata Tbk senilai Rp 206,29miliar, dan revolving senilai Rp 30 miliar dari PT Bank BCA Syariah.
Untuk keperluan pengembangan usaha, Tiphone telah mengantongi pinjaman senilai US$100 juta dari Standard Chartered Bank dan Dubai International Financial Centre.
Sepanjang kuartal I-2015, Tiphone berhasil mencetak laba bersih Rp 85,37 miliar, naik 40,6% dibandingkan periode sama 2014 sebesar Rp 60,71 miliar. Pendapatan perseroan tumbuh 33,3% menjadi Rp 4,05 triliun dari Rp 3 triliun.
Sayangnya, kinerja yang kinclong dari TiPhone ini menimbulkan isu tak sedap karena dianggap margin keuntungan bisnis penjualan vouchernya tak realistis mengingat tidak mencerminkan harga jual voucher pulsa di pasaran, diskon yang diberikan operator telekomunikasi, dan rata-rata tingkat margin keuntungan industri perdagangan voucher pulsa.
Margin laba kotor (gross profit margin) yang dimiliki TiPhone sebesar 5,66% untuk periode Januari-Maret 2015. Bandingkan dengan dengan margin laba kotor penjualan voucher pulsa PT Global Teleshop Tbk (GLOB) dan PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) masing-masing 2,6%.
Global dan Erajaya melalui anak usahanya juga tercatat sebagai distributor voucher Telkomsel layaknya Tiphone. Telkomsel sendiri memberlakukan diskon tambahan kepada mitra dealer, apabila memenuhi penilaian berdasarkan key performance index (KPI) yang ditetapkan Telkomsel.
Diskon tambahan dibagi dalam kategori, yaitu mitra dealer yang berhasil mencapai tingkat penjualan level Silver akan mendapatkan diskon tambahan sebesar 1% dari total penjualan voucher, kategori Gold mendapatkan diskon tambahan hingga 1,5%, dan ketegori tertinggi adalah Platinum dengan tambahan diskon 2%.(wn)