JAKARTA (IndoTelko) – Bergesernya peta bisnis industri telekomunikasi dari berbasis suara dan SMS ke digital dengan dorongan aplikasi membuat munculnya pemain Over The Top (OTT) seperti Facebook, Google, dan lainnya.
Saat ini pasar aplikasi masih dikuasai oleh OTT asing, namun pemerintah tengah menyiapkan sejumlah jurus agar OTT lokal bisa berjaya di rumah sendiri. Salah satu yang akan dilakukan pemerintah adalah mendorong operator untuk bekerjasama dengan OTT lokal.
"Kita harus dorong “OTT lokal” dan ini harus ada kerjasama dengan para operator. Soalnya, dari sisi bisnis model, tidak ada revenue sharing dengan OTT global. Kalau OTT lokal didorong, ada revenue sharing ke lokal kan lebih baik,” jelas Menkominfo Rudiantara, belum lama ini.
Sekjen Indonesian Mobile & Online Content Provider Association (IMOCA) Ferrij Lumoring mengungkapkan semua aplikasi yang dibuat OTT asing bisa dibuat oleh OTT lokal. (Baca juga: Operator siap dukung OTT Lokal)
“Kalau semua serius mendukung aplikasi lokal, semua bisa bikin. Jika semua mendukung dan ada regulasi yang kuat, dalam tiga tahun mendatang bisa saja pemain lokal menggeser asing,” paparnya, kemarin.
Diungkapkannya, selama ini banyak pengembang lokal melakukan riset dan membuat aplikasi dengan modal sendiri serta tanpa ada dukungan dan jaminan dari pemerintah bahwa karya anak bangsa tersebut terpakai. Akibatnya, aplikasi tersebut mati dengan sendirinya.
“Pengembang aplikasi lokal pun harus membayar pajak sedangkan yang asing dibiarkan. Jika praktik ini terus dibiarkan, maka aplikasi lokal tidak akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” katanya.
Diharapkannya, pemerintah juga mendorong kalangan perbankan membantu dari sisi pendanaan. Selain itu, operator telekomunikasi juga diharapkan ikut mendukung yakni pemanfaatan aplikasi lokal pada bisnisnya.
Sebelumnya berdasarkan riset South East Asia and Oceania Ericsson Mobility Report di Juni 2015, terlihat bahwa OTT seperti jejaring sosial, pesan instan dan video streaming mendominasi penggunaan smartphone di Australia, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand.
Vice President Marketing & Communications Ericsson Indonesia Hardyana Syintawati menyarankan, pengembang aplikasi lokal di Indonesia harus jeli melihat peluang di masa depan, melalui kehadiran teknologi 4G dan 5G.
"Kami ingin pengembang aplikasi di Indonesia bisa fleksibel dan lihai membaca pasar agar tidak terkotak-kotak atau terpaku pada layanan tertentu. Sebaiknya, pengembang aplikasi Indonesia mulai bersiap mengembangkan layanan 5G," sarannya.
Dalam kajian Frost & Sullivan di beberapa tahun mendatang. Indonesia akan mempunyai 1,7 miliar perangkat yang terkoneksi internet pada 2020 dengan 470 juta pelanggan seluler dan lebih dari 200 juta pengguna internet aktif.(id)