Kebijakan Telkomsel menerapkan zonasi sebagai penanda wilayah layanan paket data internet mulai mendapatkan perlawanan di dunia maya.
Sebuah petisi online telah dikeluarkan konsumen di dunia maya bertajuk "Internet Untuk Rakyat: Save @Telkomsel @KemenBUMN @kemkominfo".
Dalam petisi yang sudah ditandatangani ribuan pendukung itu dinyatakan konsep penetapan tarif 12 zona wilayah untuk paket data dari Telkomsel menimbulkan perbedaan harga antara zona 1 dan zona 12 mencapai 100%. Contohnya, paket data 2GB di zona 1 hanya Rp.65.000 sementara di zona 12 harganya Rp.120.000.
Zona 12 adalah kawasan Timur Indonesia dimana dalam petisi online itu merasakan adanya ketimpangan perlakuan sehingga muncul pernyataan: "Kita tinggal satu atap (Indonesia) kok makan dengan lauk dan menu yang berbeda. Katanya satu bahasa, satu nusa-bangsa, satu tumpah-darah. Tapi kok tarif internet rupa-rupa warnanya?"
Bidak Catur
Untuk diketahui, Telkomsel membagi area operasionalnya per pulau. Pulau Jawa, Sumatera, dan Papua, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan (Pamasuka).
Banyak praktisi di bisnis seluler menilai salah satu kunci sukses Telkomsel menjadi penguasa pendapatan seluler nasional (sekitar 48%) adalah dengan menerapkan strategi bidak catur.
Apa itu strategi Bidak Catur? Strategi ini adalah memanfaatkan kekuatan di sisi jangkauan untuk berakrobat dengan tarif layanan. Di pasar yang kompetisinya tidak ketat, maka tarif bisa dibuat lebih tinggi diatas biaya produksi, hal sebaliknya berlaku di area lain.
Biasanya permainan Bidak Catur ini dilakukan dengan melihat dinamika pasar, kondisi persaingan, dan secara bulanan akan direvitalisasi dengan memberikan insentif berupa tarif promosi untuk retensi pelanggan.
Kenapa Telkomsel berani melakukan aksi ini? Hal ini karena Telkomsel memang unggul secara jaringan. Keunggulan di sisi jaringan adalah kemenangan satu langkah di kompetisi seluler.
Jika pun ada operator lain di suatu daerah, dalam hal ini di Kawasan Timur Indonesia, tak akan bisa menggoyang dominasi Telkomsel. Ini mengingat hukum alam di seluler adalah jika ada pemain baru mencoba menggoyang pemain lama hanya bisa mencuil kue di bawah 20%.
Salahkah Telkomsel dengan strategi Bidak Caturnya? Jika mengacu ke regulasi tentu tidak salah mengingat belum adanya aturan untuk tarif data. Bahkan, untuk standar kualitas layanan data pun tak jelas aturannya sehingga posisi konsumen memang lemah di jasa data ini, berbeda di suara dan SMS.
Apalagi secara infrastruktur, Telkom sebagai induk usaha Telkomsel baru saja mengoperasikan kabel laut Sulawesi Maluku Papua yang menelan investasi besar guna mendukung layanan data di kawasan Timur Indonesia. Dan bukankah semua operator di Indonesia menyatakan tarif data terlalu murah sehingga dibutuhkan rebalancing tarif?
Lantas apa yang bisa dilakukan konsumen? Membuat puluhan petisi agar operator sadar? (baca juga: Tarif data di Indonesia murah)
Jalan keluar paling realistis adalah mendesak Menkominfo Rudiantara mengeluarkan aturan tarif batas atas untuk layanan data dan meminta tidak diadopsinya pola roaming dalam penetapan tarif di jasa ini. (Baca juga: Perhitungan biaya interkoneksi tengah berlangsung)
Peluang terbuka lebar karena saat ini perhitungan biaya interkoneksi suara dan SMS tengah diverifikasi. Rudiantara tinggal meminta tambahan informasi ke semua operator untuk biaya produksi jasa data, tanpa harus menunggu bola salju menggelinding menjadi besar dan merugikan semua pihak.
@IndoTelko