Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pekan lalu kembali menunjukkan keseriusannya membangun ekonomi kreatif salah satunya berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Menurut Presiden, kontribusi ekonomi kreatif pada perekonomian nasional semakin nyata. Nilai tambah yang dihasilkan ekonomi kreatif juga mengalami peningkatan setiap tahun.
Pertumbuhan sektor ekonomi kreatif sekitar 5,76 %. Artinya berada di atas pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih, pertambangan dan penggalian, pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, jasa-jasa dan industri pengolahan.
Dalam dialog dengan pelaku industri kreatif, Presiden menyatakan keyakinannya tentang potensi besar industri kreatif. "Saya akan membuat keputusan politik agar di masa yang akan datang ekonomi kreatif bisa menjadi pilar perekonomian kita," katanya.
Anomali
Ditengah angin segar yang dihembuskan Presiden bagi pelaku Industri Kreatif Digital (IKD) lokal, kita juga disajikan pemberitaan yang anomali dalam mendukung produk lokal.
Simak saja aksi pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI yang menyepakati kerja sama dalam bidang e-Government dengan Ministry for Communications and Information (Kementerian Komunikasi dan Informasi) Singapura.
Bagi sebagian pihak ini seperti mengingkari janji kampanye sang Presiden dimana menjanjikan urusan e-government bisa diselesaikan dalam dua minggu dengan memanggil programmer.
Belum lagi kabar dari MenkoPerekonomian Sofian Djalil yang menyatakan akan menggunakan WhatsApp Group untuk koordinasi dengan menteri-menteri di bawah koordinasinya. Tentunya ini membuat sebagian pihak menjadi bingung karena produk yang digunakan bukan buatan dalam negeri dan tingkat keamanan belum terbukti untuk level perbincangan kenegaraan.
Butuh CIO
Melihat sejumlah rentetan peristiwa belakangan ini di sektor TIK, sudah waktunya pemerintah memiliki seorang Chief Information Officer (CIO) agar eksekusi di sektor ini untuk mendorong perekonomian lebih terkoordinasi.
Seorang CIO di pemerintahan sangat dibutuhkan layaknya di sebuah perusahaan agar kesan jalan sendiri-sendiri di pembantu Presiden dalam memanfaatkan atau belanja TI tak kian membingungkan masyarakat.
Di sebuah perusahaan, biasanya peran CIO dipegang oleh orang kedua. Di pemerintahan, bisa saja peran ini diberikan ke Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Semua ini tentu terserah ke Presiden. Semoga Presiden bisa mengambil kebijakan yang tepat agar TIK benar-benar menjadi katalis perekonomian.
@IndoTelko