Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mulai menunjukkan kemajuan dalam mengerjakan proyek Palapa Ring.
Panitia Pengadaan Badan Usaha Pelaksana Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika Kemenkominfo akan menawarkan tiga paket pengerjaan bagi calon pemenang tender Palapa Ring.
Tiga paket pengerjaan adalah Barat, Tengah, dan Timur. Paket barat mengerjakan 5 kabupaten/kota di wilayah barat Indonesia sepanjang 1.122 km (laut) dengan perkiraan nilai proyek US$ 40.392 juta.
Paket tengah di 17 kabupaten/kota wilayah barat Indonesia sepanjang 1.676 km (laut dan darat) dengan perkiraan nilai proyek US$ 47,085 juta Paket timur di 35 kabupaten/kota di sepanjang wilayah timur Indonesia sepanjang 5.681 km (laut dan darat) dengan nilai proyek US$ 143.182 juta. Total serat optik yang dibangun 8.479 km dengan nilai proyek US$ 230,659 juta.
Proyek ini ditargetkan dapat menyalurkan layanan broadband ke pengguna akhir dengan kecepatan transfer sekurang-kurangnya 10 Mbps di pedesaan dan 20 MBps di perkotaan.
Proses prakulaifikasi Paket Barat dan Paket Timur telah berlangsung dan ada 27 perusahaan mengambil dokumen. Untuk paket tengah prakualifikasi dimulai 7 Agustus hingga 12 Agustus 2015.
Proyek Mimpi
Proyek ini bisa dikatakan adalah mimpi dari sebagian pejabat pemerintahan dan operator di negeri ini untuk mewujudkan layanan broadband dengan kecepatan tinggi dan harga terjangkau.
Jika dilihat sejarah dari rencana pembangunan infrastruktur ini lumayan alot sejak beberapa tahun lalu. Cikal bakal dari Palapa Ring adalah ”Nusantara 21” yang merupakan proyek awal pemerintah pada 1998.
Namun, krisis ekonomi yang melanda Indonesia membuat proyek tersebut tidak berjalan. Januari 2005, pada ajang Infrastructure Summit I, wacana pembangunan infrastruktur telekomunikasi kembali mencuat ke permukaan.
Setelah Nusantara 21 tenggelam, muncul ide Cincin Serat Optik Nasional (CSO-N) yang diprakarsai oleh PT Tiara Titian Telekomunikasi (TT-Tel). Aplikasi tersebut merupakan jaringan kabel kasar bawah laut berbentuk cincin terintegrasi berisi frekuensi pita lebar yang membentang dari Sumatera Utara hingga Papua bagian barat dengan perkiraan panjang sekitar 25.000 km.
Setiap cincin akan meneruskan akses frekuensi pita lebar dari satu titik ke titik lainnya di setiap kabupaten. Akses tersebut akan mendukung jaringan serat optik pita lebar berkecepatan tinggi dengan kapasitas 300 gbps hingga 1.000 gbps di daerah tersebut.
Pemerintah kemudian mempopulerkan gagasan tersebut dengan nama Palapa O2 Ring. Akan tetapi karena mirip dengan merek dagang salah satu ponsel, pemerintah mengubah nama proyek serat optik ini menjadi Palapa Ring.
Kala itu pemerintah menginisiasi adanya konsorsium dari sejumlah pemain yang menggelar infrastruktur tersebut. Konsorsium waktu itu beranggotakan Telkom, Indosat, XL Axiata, Bakrie Telecom dan perusahaan teknologi informasi Macca Sistem Infokom, Infokom Elektrindo, serta Powertek Utama Internusa.
Dalam perjalanan, sebagian besar rute Palapa Ring dibangun oleh Telkom dengan kekuatan dana sendiri, sementara konsorsium bubar jalan.
Belajar dari semua tantangan dan kesalahan, pemerintah kali ini tak mau gagal lagi. Kali ini skema yang ditawarkan mirip dengan Proyek Penyedia Layanan Kecamatan (PLIK) dimana pemerintah mensubsidi layanan dan operator membangun terlebih dulu infrastruktur.
Jika proyek PLIK berujung dengan moratorium, bagiamana dengan Palapa Ring? Kita lihat saja nanti.
@IndoTelko