Wah, Smartfren Berpotensi Gagal Bayar Utang

Pengguna mencoba LTE Advanced dari Smartfren (dok)

JAKARTA (IndoTelko) – Fitch Ratings Indonesia telah mengafirmasi Peringkat Nasional Jangka Panjang dari PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) dengan CCC(idn).

Pada saat yang bersamaan, Fitch juga telah mengafirmasi obligasi Rp 603 miliar dari Smartfren di CCC(idn). Obligasi tersebut pada awalnya berjumlah Rp 675 miliar, diterbitkan di 2007 oleh PT Mobile-8 Telecom Tbk.

Peringkat nasional CCC menunjukkan bahwa gagal bayar adalah suatu kemungkinan yang nyata. Kapasitas untuk memenuhi komitmen keuangan sangat tergantung pada kondisi usaha dan lingkungan ekonomi yang kondusif secara berkelanjutan.

Katalis
Namun, dalam kajian yang dibuat Fitch terdapat faktor-faktor penggerak kinerja dari Smartfren ke depannya salah satunya adalah migrasi bertahap ke LTE.

Selagi perusahaan meluncurkan layanan LTE secara bertahap, belanja modal tahunan akan meningkat ke atas Rp 2.2 triliun di 2016 dan 2017 dari Rp 1.7 triliun di 2014.

Fitch berpendapat bahwa kesuksesan dari investasi perusahaan di teknologi LTE akan bergantung terhadap kemampuan perusahaan untuk meningkatkan pelanggannya secara signifikan dari level sekarang di 11 juta.  

Smartfren telah mendapatkan pinjaman US$ 300juta dari China Development Bank (CDB) dan vendor financing US$ 180juta dari Nokia untuk ekspansi jaringan perusahaan. Fitch berpendapat bahwa fasilitas tersebut akan cukup untuk membiayai belanja modal perusahaan sampai dengan 2016.  

Fitch memperkirakan Smartfren akan menghasilkan EBITDA yang positif sebesar Rp 200 miliar-Rp 300 miliar di 2015 naik dari 2014 sebesar Rp 230 miliar, tetapi jumlah tersebut tidak akan cukup untuk membiayai pembayaran bunga, modal kerja dan belanja modal di 2015.

Sedangkan jumlah pelanggan akan naik sedikit ke 12 juta di 2015 dengan rata-rata pendapatan per pelanggan sebesar Rp 22 ribu.

Stabil

Lebih lanjut Fitch  memperikakan kompetisi bisa menjadi lebih stabil karena operator telekomunikasi yang lebih kecil dan lebih lemah akan fokus terhadap tingkat keuntungan dari pada pangsa pasar.

Industri bisa berkonsolidasi lebih lanjut karena operator yang kecil dan tidak menghasilkan keuntungan, seperti PT Hutchison 3 Indonesia, kemungkinan akan mencari merger dan akuisisi dikarekanakan kombinasi data tarif yang rendah dan investasi signifikan yang dibutuhkan untuk meluncurkan layanan LTE. (Baca juga: Potret industri seluler nasional)

Tetapi, kompetisi mungkin akan kembali di 2016 karena tiga operator terbesar mungkin akan menawarkan tarif data LTE yang lebih murah untuk menaikkan pangsa pasar.(id)