JAKARTA (IndoTelko) – Praktik menawarkan harga tiket penerbangan di bawah harga pasar oleh Online Travel Agent (OTA) dianggap memicu persaingan tidak sehat di industri biro perjalanan.
“Kami mendesak pemerintah untuk menertibkan OTA. Sekarang kita sedang kumpulkan data dan ada rencana laporkan juga ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),” ungkap Presiden Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan (Astindo) Elly Hutabarat, kemarin.
Menurutnya, KPPU dan Direktorat pajak harus tegas dalam mengawasi bisnis yang dijalankan OTA. “Biro perjalanan sudah pasti membayar pajak, punya izin usaha sehingga kami tidak bisa banting harga tiket, sedangkan OTA banyak yang menjual di bawah harga untuk merebut pasar,” katanya.
Koordinator PR Astindo Dyah Permatasari mengungkapkan kehadiran OTA berdampak pada penjualan travel agent yakni terjadi penurunan hingga 40%. Namun turunnya penjualan tersebut, juga dibarengi adanya kondisi ekonomi tahun ini yang lesu, nilai tukar dolar AS yang naik dan daya beli masyarakat yang turun.
Selain itu okupansi penerbangan domestik juga cenderung turun, seperti di segmen pemerintahan karena ada kebijakan pembatasan perjalanan dinas dan meeting di hotel.
“Persoalannya bertubi-tubi, apalagi travel agent yang konvensional ini harus berhadapan dengan OTA yang kebanyakan dari mereka bukan dengan latar belakang industri pariwisata,” ujarnya.
Diungkapkannya, selama ini selisih harga tiket yang dijual oleh OTA yakni sekitar 4% lebih rendah dari yang konvensional. Namun, OTA terkadang tak memiliki perlindungan pelanggan yang jelas dan merugikan konsumen.
“Kadang konsumen tidak tahu OTA ini berkantor di mana, seperti apa. Beberapa kasus yang pernah kami tampung bahwa ada konsumen yang sudah membayar tiket online secara full ternyata sampai airport namanya tidak ada,” ungkap Dyah.
Astindo sendiri saat ini juga tengah membuat terobosan seperti OTA yang diberi nama jejaring distribusi bersama yang berbasis website berisi fasilitas seperti ticketing dan hotel.
Sebelumnya, Managing Director Tiket.com Gaery Undarsa mengatakan OTA selama ini menjalankan praktik bisnis tak ubahnya biro perjalanan konvensional. (Baca juga: OTA bukan bisnis mimpi)
“Kita menjalankan bisnis dengan prinsip manajemen yang sama. Kita pindahkan proses offline ke online. Kita jaga biaya dan belanja modal, serta kelola sumber daya manusia, profitabilitas dapat,” katanya.(wn)