Project Loon Diragukan Sukses di Indonesia

Manajemen Operator asal Indonesia dan Google (dok)

JAKARTA (IndoTelko) – Rencana Google menggandeng tiga operator besar di Indonesia menghadirkan akses internet dengan balon di remote area pada 2016 diragukan kesuksesannya.

Menurut Penggiat TIK Nasional Onno W Purbo banyak kendala teknis yang akan dihadapi balon-balon internet itu dalam memberikan akses internet di Indonesia.

“Standar dari BTS milik GSM hanya bisa menangani maksimal 7 concurrent call/channel. Misal di Papua, mau diterbangin berapa balon jika mau kecepatan setara 4G. Kalau balon banyak diterbangin, itu gimana kontrolnya? Masa balon dipasangi jangkar,” katanya kepada IndoTelko, kemarin.

Ditambahkannya, secara teknis akan sulit bagi balon-balon internet dari Google akan memberikan performa ciamik karena berada di ketinggian di atas 10 Km. “Ketinggian 10 km itu lumayan jauh, harus pakai antena yang arah ke atas sementara antena yang ada rata-rata buat terrestrial bukan space,” ulasnya.

Onno menyayangkan langkah pemerintah yang lebih mempermudah balon-balon internet milik Google ketimbang teknologi OpenBTS yang sudah proven beroperasi lebih dari dua tahun di Papua.

“Itu OpenBTS yang di Papua sudah menjadi contoh di dunia sebagai yang terlama operasional di dunia. Malauh dicuekin.  Kominfo ini kadang gak ngerti teknis-nya mereka lebih banyak ngeributin masalah regulasinya. Loon yang belum proven malah di mudahkan,” kesalnya.

Sebelumnya, tiga operator besar di Indonesia telah menandatangani kesepakatan dengan Google untuk melakukan uji coba teknis (Technical Test) terhadap Project Loon. (Baca juga: Kontroversi Project Loon)

Tiga operator yang akan terlibat adalah Telkomsel, Indosat, dan XL. Ketiganya adalah penguasa sekitar 85% pangsa pasar seluler di Tanah Air.

Project Loon sendiri adalah inovasi penyediaan akses internet dengan mengandalkan penempatan balon-balon di udara yang diibaratkan seperti Base Transceiver Station (BTS).

Kerjasama ini menimbulkan kontroversi di Tanah Air karena dari sisi regulasi, model bisnis, dan teknis sebelumnya tak pernah dibuka ke publik. Bahkan, publik menangkap kesan pemerintah campur tangan dalam terealisasinya kerjasama itu.(id)