JAKARTA (IndoTelko) – Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau eCommerce diprediksi akan molor disahkan menjadi Peraturan Pemerintah (PP).
“Saya telah bertemu dengan Pak Thomas (Menteri Perdagangan/ Thomas T Lembong), sepertinya RPP eCommerce belum selesai pada tahun ini. Sejauh ini juga belum ada waktu peluncuran aturan,” ungkap Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Daniel Tumiwa, kemarin.
Diungkapkannya, hal yang diatur dalam RPP itu sangat detail dan lengkap yang akan memperketat bisnis ini. Alhasil, dibutuhkan diskusi yang lebih intens dengan semua pemangku kepentingan untuk membahas RPP tersebut sebelum menjadi PP. (Baca juga: RPP eCommerce masih tarik ulur)
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Sri Agustina menjelaskan tujuan adanya PP TPMSE untuk membangun consumer trust dan consumer confidence. (Baca juga: Pelaku usaha kritisi RPP eCommerce)
Aturan ini berisi hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam transaksi perdagangan online, pelaku usaha, konsumen dan pemerintah. "RPP sudah disiapkan tapi banyak masukan dan masih perlu penyempurnaan," kata Sri.
Ditambahkannya, hal lain yang dibahasa di RPP tersebut adalah isu Daftar Negatif Investasi (DNI). Dalam Perpres No.39/2014 tentang DNI , barang kiriman itu melalui pos maupun elektronik itu tertutup untuk asing. Terhadap penghapusan dari DNI, Kemendag mengharapkan pembukaan investasi asing tidak sampai 100%.
Kaji
Pada kesempatan lain, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengaku tengah mengkoordinasikan pembahasan panduan investasi, menerima usulan panduan investasi di sektor tersebut.
“Ada masukan yang menginginkan beberapa bidang usaha di sektor komunikasi dan informatika untuk dibuka. Ada juga yang menginginkan sektor perdagangan eceran melalui internet (eCommerce) agar tetap dialokasikan untuk PMDN dan tidak perlu diubah,” ujar Franky.
Bidang usaha di sektor komunikasi dan informatika di Perpres 39 Tahun 2014 memang didominasi oleh bidang usaha yang diperuntukkan untuk PMDN, dibatasi kepemilikan saham asingnya 49% serta kepemilikan saham asingnya 65%.
“Jadi terdapat delapan usulan agar sektor ekonomi digital ini lebih terbuka untuk kepemilikan asing. Usulan tersebut secara garis besar, yang sebelumnya hanya untuk PMDN minta agar diperbolehkan untuk asing, kemudian yang sebelumnya dibatasi 49% dan 65%, dapat ditambah porsi kepemilikan asingnya,” paparnya.
Franky menegaskan panduan investasi sektor ekonomi digital akan banyak mengacu kepada road map pengembangan ekonomi digital yang disusun oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Sekadar diketahui, isu ekonomi digital terus mengemuka pasca KTT APEC di Manila, Filipina. Survei yang dilansir Price Waterhouse Coopers menyebutkan kalangan pelaku usaha di Asia Pasifik meyakini perkembangan ekonomi digital akan pesat dimasa mendatang.
PwC dalam surveynya menyebutkan pada visi 2020, disimpulkan bahwa Asia-Pasifik akan semakin modern dan terkoneksi dengan sektor digital. PwC mencatat terkait proyeksi perkembangan ekonomi digital adalah perlunya broadband sebegai pendukung utama pertumbuhan bisnis.(ak)