Kemenkominfo ingin Adopsi Google Fiber, Bisnis Telkom Bisa Terancam?

Sergey Brin (kiri) dan Rudiantara (dok/Kominfo)

JAKARTA (IndoTelko) – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dalam pertemuannya dengan Pendiri Google Sergey Brin, belum lama ini,  mengungkapkan keinginan untuk menata bisnis Fixed Broadband di Tanah Air pada 2016.

“Kominfo telah mempelajari inisiatif Google Fiber di mana terjadi kerjasama yang sangat baik antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah di Amerika Serikat dan penyelenggara Teknologi Informasi dan Komunikasi termasuk Google. Kita mau adopsi,” kata Pria yang akrab disapa RA itu, kemarin.

Menurutnya, Google Fiber dengan prinsip open access, non diskriminatori serta partisipasi semua stakeholder, dan kemudahan "right of ways" mampu meningkatkan penterasi layanan Fixed Broadband bagi masyarakat di Amerika Serikat.

“Kominfo ingin mempelajari model kerjasama seperti Google Fiber tersebut untuk dapat dijadikan salah satu referensi percepatan pembangunan Fixed Broadband di Indonesia,” katanya.

Kondisi Indonesia
Untuk diketahui, peluang pertumbuhan Fixed Broadband di Indonesia masih besar. Bila dilihat ada 60 juta jumlah rumah tangga di Indonesia, tingkat penetrasi layanan ini baru mencapai 5% atau tingkat penetrasi sebesar 13% dari jumlah rumah tangga yang di dalamnya terdapat pengguna internet. (Baca juga: Bisnis Fixed Broadband di Indonesia)

Lambannya pertumbuhan fixed broadband di Indonesia tak bisa dilepaskan dari mahalnya biaya investasi.

Saat ini hanya beberapa pemain yang gencar menawarkan Fixed Broadband diantaranya Telkom, Link Net, MNC Play, dan Biznet. Telkom bisa dikatakan raja di bisnis ini dari sisi jumlah pelanggan dan infrasatruktur.

Kembali ke ide dari pemerintah untuk mengadopsi model  bisnis Google Fiber di Indonesia, bisa dikatakan ini menjadi ancaman bagi pemain seperti Telkom. (Baca juga: Open Access di Fixed Broadband)

Dalam penelusuran di Internet dinyatakan Google Fiber adalah layanan internet broadband dan televisi kabel yang sudah memiliki pelanggan 27 ribu pelanggan hingga Maret lalu. Layanan ini pertama kali diperkenalkan ke wilayah metropolitan Kansas City,  termasuk 20 pinggiran wilayah Kansas City dalam 3 tahun pertama.

Google Fiber mengumumkan ekspansi ke Austin, Texas dan Provo, Utah pada April 2013, dan ekspansi berikutnya pada tahun 2014 dan 2015 untuk Atlanta, Charlotte, Raleigh, Durham, Nashville, Salt Lake City, dan San Antonio.

Google Fiber mengakali kompleksitas pembangunan serat optik di level akses pada agregator dijuluki Google Fiber Huts. Dari Google Fiber Huts ini, kabel serat optik ditarik sepanjang tiang listrik ke lingkungan dan rumah, dan berhenti di sebuah Fiber Jack (sebuah Terminal Optical Network atau ONT) di setiap rumah.

Banyak kalangan memperkirakan dengan pola ekspansi Google Fiber bisa mencapai 8 juta rumah di Amerika Serikat pada 2022 dengan perkiraan biaya sebesar US$ 7 miliar. Goldman Sachs melaporkan bahwa proyek Google ini bisa terhubung dengan sekitar 830.000 rumah per tahun pada biaya sebesar US$ 1,25 miliar per tahun, atau total 7,5 juta rumah di sembilan tahun dengan biaya sedikit lebih dari $ 10 miliar.

Dari uraian ini, bisa terlihat jika model bisnis Google Fiber yang akan diadopsi, penetrasi layanan bisa dipercepat, tetapi akankah pemilik infrasatruktur yang kadung memiliki akses di seluruh Indonesia seperti Telkom rela membuka aksesnya bagi pemain lain?

Harap diingat, Telkom pun dalam menggelar kabel optik belum mendapatkan titik impas. Sebuah solusi saling menguntungkan harus bisa ditawarkan Rudiantara jika ingin menelan model Google Fiber di Indonesia.(id)