JAKARTA (IndoTelko) – Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menegaskan kiprah Over The Top (OTT) global harus memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah Indonesia.
“Kita maunya pemain global itu memberikan manfaat. Jangan hanya jualan saja dan tak memberikan manfaat apa-apa bagi negara,” tegas Anggota Komisioner BRTI Muhammad Imam Nashiruddin, kepada IndoTelko, belum lama ini.
Menurutnya, selama ini OTT global dalam berkiprah di Indonesia banyak masuk secara langsung ke pasar sehingga tak memberikan manfaat bagi negara berupa pajak dan lainnya.
“Supaya mereka tak mem-bypass, harus dirangkul dan disarankan bekerjasama dengan operator lokal. Makanya kita dorong mereka menjadi Badan usaha tetap (BUT), ini agar bisa kerjasama dengan operator,” tukasnya.
Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini mengungkapkan, ada beberapa kerjasama yang terbuka bagi OTT global diantaranya carrier billing. “Kalau carrier billing, jelas itu pemasukan bagi negara,” katanya.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan pihaknya akan menerbitkan peraturan menteri terkait OTT pada akhir Maret 2016.
Dalam aturan tersebut pemerintah akan mewajibkan OTT asing untuk mendirikan badan usaha tetap (permanent esthablisment) di Indonesia. Badan usaha tetap tersebut bisa berupa pendirian langsung perusahaan di Indonesia, patungan dengan perusahaan lokal maupun kerjasama dengan operator.
Ini akan membuat OTT global di Indonesia memiliki kejelasan identitas dan kepastian hukum sehingga dapat memenuhi hak dan kewajibannya.
Adanya badan hukum tetap akan membuat pelanggan maupun pekerja dapat berurusan dengan perusahaan, dan ada yang bertanggung jawab.
Selain itu, pemerintah dan masyarakat Indonesia juga tidak dirugikan, karena dengan adanya badan usaha tetap tersebut, maka OTT memiliki kewajiban membayar pajak. Di sisi lain, dengan Badan Usaha tetap juga akan membuat persaingan yang sejajar dengan OTT di Indonesia.
“Upaya untuk membuat peraturan terkait OTT tersebut, untuk menghindari terjadinya kejutan yang tidak produktif. Misalnya, Pemerintah Prancis yang menagih pajak kepada Google sebesar Rp23 triliun. Ini kan bikin terkaget-kaget. Kita ini bangsa yang friendly (ramah) terhadap investasi, kita ini harus menjadi Indonesia yang kompetitif tetapi juga harus proteksi kepentingan masyarakat indonesia," pungkasnya. (Baca juga: Aturan OTT)
OTT adalah pemain yang identik sebagai pengisi pipa data milik operator. Para pemain OTT ini dianggap sebagai bahaya laten bagi para operator karena tidak mengeluarkan investasi besar, tetapi mengeruk keuntungan di atas jaringan milik operator. (Baca juga: Ancaman OTT)
Ada empat area OTT yang bersinggungan denga Telco. Pertama, OTT Voice dan OTT Messaging/Social Media seperti Skype, whatsapp, LINE, Viber, KakaoTalk, GoogleTalk, Wechat, dan Telegram. Jenis OTT ini sudah lama menggerus pendapatan suara dan sms operator. Sedangkan dua OTT berikutnya yaitu OTT Content/Video dan OTT Cloud Computing diyakini akan menjadi OTT dengan pertumbuhan tertinggi dalam waktu dekat.(id)