Tak terasa Erik Meijer telah 100 hari menjadi President Director & CEO Telkomtelstra pada bulan Maret 2016.
Di perusahaan patungan milik Telkom dan Telstra, Pria yang akrab disapa EM ini seperti bayi yang baru lahir ke industri Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). (Baca juga: Erik Meijer di TelkomTelstra)
Benar, nama besar EM di inudstri telekomunikasi bukanlah asing. Sepanjang 22 tahun karirnya di industri telekomunikasi, EM pernah menduduki sejumlah jabatan yang mentereng.
Di Telkomsel, EM pernah menjadi VP Marketing dan CRM. Di Bakrie Telecom menjadi Wadirut. Di Indosat, menjadi Direktur Pemasaran.
Posisi terakhir sebelum menjadi orang nomor satu di TelkomTelstra adalah sebagai Strategic Brand Advisor di Ooredoo Group pasca mundur dari Direktur Pemasaran Garuda Indonesia.
Jika dilihat, jabatan yang digenggam EM lebih banyak bergerak di sektor ritel bukan Business to business (B2B) seperti yang dijalani Telkomtelstra. (Baca juga: Ambisi TelkomTelstra)
Mampukah Ayah dari Eddy Maliq Meijer ini menjawab keraguan dari para haters-nya?
Kepada IndoTelko dan sejumlah media EM memberikan kesempatan untuk buka-bukaan terkait posisi barunya, berikut kutipannya.
Kenapa pilih bergabung dengan Telkomtelstra
Saya senang dengan perusahaan ini karena merupakan gabungan dari dua kekuatan besar di sektor TIK. Telkom adalah pemilik jaringan telekomunikasi terluas dengan Sumber Daya Manusaia (SDM) yang mumpuni. Telstra sudah diakui dunia sebagai operator yang inovatif. Gabungan dari keduanya akan siap melayani pasar Indonesia sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Apa fokus Anda 12 bulan kedepan?
Saya akan fokus untuk melakukan perluasan portofolio produk, meningkatkan jumlah pelanggan, serta kemampuan operasionalnya.
Sudah ada pelanggan sejauh ini?
Kami punya 90 karyawan yang melayani 10 perusahaan dengan mengelola 300 site dari segmen Financial Service, ritel, dan lainnya. We are on the right track, and keep on moving.
Sudah berapa produk yang diluncurkan?
Kami sudah luncurkan Managed Network Service. Senin depan (14/3), kita akan luncurkan Private Cloud.
Kenapa bermain Cloud?
Potensi pasar cloud di Indonesia yang terus meningkat. Berdasarkan laporan dari lembaga riset Gartner, saat ini nilai pasar cloud di Indonesia sekitar US$ 287 juta, diproyeksikan akan meningkat menjadi US$ 430 juta pada 2018.Kami ini bayi dari dua perusahaan besar, wajar masuk ke pasar Cloud. Bahkan, kami tawarkan sesuatu yang tak dimiliki oleh pemain lain untuk Private Cloud.
Keunikan apa yang ditawarkan untuk Private Cloud?
Kami tak bermain seperti Sistem Integrator. Kita ini menciptakan cloud untuk perusahaan dengan tingkat sekuriti yang tinggi. Kami tawarkan end to end solution. Ini belum ada di Indonesia, sejauh yang saya tahu. Kekuatan lain dari Private Cloud Telkomtelstra adalah menjamin data tak keluar dari Indonesia sesuai dengan regulasi yang ada.
Telkomsigma juga bermain cloud, bukannya terjadi kanibalisasi?
Ini selalu dipertanyakan media. Janganlah kami ditubrukkan seperti itu. Anda tahu tidak, Data Center untuk Private Cloud kita pakai Telkomsigma. Ini artinya apa? Kita sinergi sebagai sesama Telkom Group. Selain itu, sudah ada code of conduct dibuat oleh Direktorat Enterprise & Business Service Telkom dalam menjaga tak terjadi kanibalisasi. Misal, untuk perusahaan asal Australia, Telkomtelstra maju duluan. Ada juga posisi kami sebagai Product owner, Direktorat Enterprise Service (DES) yang maju ke pasar. Harmonisasi ini ibarat orkestra yang dihasilkan oleh pemain besar.
Apa tantangan menjual layanan Cloud?
Ini tak sesederhana menjual layanan suara, SMS, atau pulsa telepon. Kondisi di pasar sekarang banyak perusahaan tahu Cloud, tetapi banyak juga yang belum tahu. Tetapi hal yang menggembirakan, kesadaran untuk beralih ke cloud itu ada.
Bagaimana mengatasi tantangan ini?
Kami bangun Customer Experience Center (CEC) untuk menciptakan Aha Moment. Kita sediakan journey bagi calon pelanggan untuk menikmati layanan biar paham. Proses menjual solusi tak sama dengan pulsa telepon. Jualan pulsa, Anda bangun BTS, bangun channel distribusi, promosi, awasi pesaing. Kalau solusi ada journey-nya. Edukasi dan berharap di sisi konsumen change management jalan. Ada perusahaan sudah bertahun-tahun mengelola data center, Anda tawarkan cloud, resistensi akan datang dari karyawan yang mengelola, sementara direksi dan bagian keuangan senang karena belanja modal bergeser menjadi biaya operasional.(dn)