JAKARTA (IndoTelko) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyarankan industri keuangan tak melihat pemain financial technology (fintech) sebagai ancaman.
"Fintech jangan dianggap ancaman, keberadaanya akan kita sinergikan dengan membangun engangement dan partnership bersama industri keuangan agar membawa ke arah yang lebih baik. Fintech harus didukung agar keberadaanya bisa mendukung perekonomian nasional dan pengembangan inklusi keuangan,” kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad, kemarin.
Diharapkannya, keberadaan fintech bisa mendorong performa perbankan agar lebih efisien, inklusif dan meningkatkan daya saing. Saat ini keberadaan fintech harus dilihat secara seimbang. Selain memberikan ruangan untuk tumbuh pada masa awal-awal, tapi juga penting untuk mengidentifikasi kerawanan yang mungkin ada dari fintech ini agar tetap bisa menjaga stabilitas sistem keuangan. (Baca juga: Gelombang Fintech)
“Saat ini kita sedang persiapkan peraturan untuk fintech ini. Sehingga fintech ini dapat menambah daya saing perekonomian dan menambah layangan keuangan seluas-luasnya untuk masyarakat. Targetnya tahun ini kelar,” katanya.
Rencananya, OJK akan mengundang otoritas dari negara lain untuk mengetahui perbandingan dan komparasi aturan bagi Fintech. OJK akan memasukkan faktor manajemen risiko dalam pengelolaan perusahaan fintech ini. Hal ini disebabkan karena potensi data dan dana nasabah yang ada di dalam perusahaan tersebut.
Dalam tahap awal, OJK sudah membentuk unit khusus yang membawahi fintech dan inovasi. Harapannya, setelah aturan dikeluarkan bank yang akan berpartnership dengan perusahaan fintech akan lebih mudah.
Indonesia memang tengah mendorong inklusi keuangan. Hal itu juga terlihat dari keinginan Bank Indonesia yang akan memperluas cakupan bank peserta program layanan keuangan digital (LKD).
Dengan aturan baru tersebut, bank di luar kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) IV dapat menjadi penyelenggara LKD. Meski demikian, Bank Indonesia menetapkan sejumlah persyaratan bagi bank yang akan mengajukan menjadi penyelenggara program tersebut.
Bank penyelenggara baru nantinya harus memiliki kemampuan sistem, risk management, internal control, dan customer protenction yang memadai. Seperti diketahui, bank sentral sebelumnya telah mengatur pelaksanaan LKD dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 16/8/PBI/2014. Dalam beleid tersebut, BI baru memperbolehkan bank dengan modal inti di atas Rp30 triliun atau BUKU IV untuk menjadi pemain mengingat risk management kelompok bank ini yang dianggap baik.(wn)