Penurunan biaya interkoneksi jangan menjadi vitamin yang menyesatkan

Ilustrasi (dok)

JAKARTA (IndoTelko) – Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) diharapkan tak salah melangkah dalam menetapkan penurunan biaya interkoneksi agar tidak menjadi vitamin yang menyesatkan bagi industri telekomunikasi.

“Jangan semangatnya ingin menguntungkan pelanggan dalam jangka pendek, tetapi industri secara jangka panjang runtuh. Sebagai regulator harus ingat perannya melindungi industri telekomunikasi dalam mengambil kebijakan,” ingat Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M Ridwan Effendi kepada IndoTelko, belum lama ini.

Ridwan diminta pendapatnya terkait dengan masih belum keluar juga Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang biaya interkoneksi.

Menurutnya, jika penurunan biaya interkoneksi terlalu besar, akan terjadi nanti fenomena operator ogah membangun jaringan dan memilih menumpang di milik pemain lain. “Sementara cost recovery operator dominan tidak akan mencapai titik impas. Soalnya mereka menderita kerugian karena dibayar dibawah biaya produksi. Ini jangka panjangnya yang dirugikan pelanggan juga,” katanya.

Diingatkannya, biaya interkoneksi adalah tarif yang dibebankan kepada operator yang melakukan interkoneksi ke operator lain, bukan tarif langsung yang dibayarkan oleh pelanggan ketika melakukan panggilan lintas jaringan. “Itu ka nada komponen lain dari tarif ritel. Kenapa gak dicek juga di komponen lain itu ada yang ngambil ketinggian atau tidak? Bisa juga di komponen lain butuh insentif, malah tak diusik,” sarannya.

Sebelumnya, sejak pertengahan Mei 2016 pemerintah menyatakan telah memfinalisasi revisi perhitungan biaya interkoneksi dengan besaran persentase penurunan di kisaran 20-an persen. Namun, hingga sekarang, Permenkominfo yang dinanti tak kunjung dikeluarkan oleh Menkominfo Rudiantara.

Biaya interkoneksi adalah komponen yang dikeluarkan operator untuk melakukan panggilan lintas jaringan. Formula perhitungan biaya interkoneksi ditetapkan oleh Pemerintah, dan operator hanya memasukan data yang diperlukan sesuai dengan kondisi jaringan masing-masing operator. (Baca juga: Operator dan Biaya Interkoneksi)

Saat ini tarif interkoneksi yang diberlakukan di Industri hanya dibawah 20% dari tarif retail lintas operator yang dibayarkan oleh pelanggan. Kisaran biaya interkoneksi Rp 250 terhadap tarif retail lintas operator Rp 1500. Sedangkan formula tarif retail terdiri dari biaya interkoneksi, service activation fee, dan margin. (Baca juga: Penurunan biaya Interkoneksi)

Industri telekomunikasi pun selalu terpecah dalam menanggapi perhitungan biaya interkoneksi yakni antara kelompok yang menginginkan penurunan besar dan gradual.(id)