Perintis bisnis seluler angkat suara soal konflik Telkomsel vs Indosat

Garuda Sugardo (Dok Pribadi)

JAKARTA (IndoTelko) – Pertempuran sengit yang disajikan Telkomsel dan Indosat Ooredoo (Indosat) di media massa membuat salah satu perintis bisnis seluler di Tanah Air, Garuda Sugardo, angkat suara.

Garuda dikenal sebagai pendiri Telkomsel dan sponsor berdirinya produk IM3 milik Indosat. Pria ini pernah menduduki posisi Wakil Direktur Utama Telkom sebelum pensiun di operator pelat merah itu.

Telkomsel First Era, inilah salah satu julukan bagi Garuda di kalangan industri seluler.

Garuda pun menuliskan pendapatnya melihat kian meruncingnya perang antara Telkomsel dan Indosat di media massa selama bulan Ramadan ini di akun Facebook-nya.

IndoTelko telah diijinkan oleh Garuda untuk mencuplik isi tulisannya tentang perang Telkomsel vs Indosat itu. “Tujuan tulisan ini agar stakeholder aware dan ujungnya memenangkan pelanggan,” katanya melalui pesan singkat ke IndoTelko, Selasa (21/6).

Berikut kutipan tulisan Garuda Sugardo dengan judul “Perang Seluler Tanpa Setan” yang diambil dari akun Facebook mantan Direksi Telkomsel, Indosat dan Telkom itu:
 
Hadist Nabi yang paling sakral di bulan puasa adalah: Apabila masuk bulan Ramadhan, dibukakan langit-langit dan ditutup pintu-pintu neraka jahanam, serta dibelenggu syaitan-syaitan.

Menyusul keributan dan adu argumentasi di strata bawah antara Indosat Ooredoo (IsatO) dan Telkomsel (Tsel), sekarang kedua CEO Operator tersebut masing-masing telah mengeluarkan “perintah harian” kepada pasukannya untuk “siap bertempur” di bulan yang suci ini. Sebaran untuk karyawannya secara berantai merembet dari satu WA ke WA yang lain. Saya berkesimpulan ini perang layaknya dua petarung di atas ring, murni adu jotos tanpa pengaruh setan, karena iblis pengganggunya tengah dikerangkeng sesuai hadist di atas.

Tak tahulah siapa yang memulai tawuran di level kampung tersebut. IsatO mengklaim Tsel membeli habis paket perdana obral (Rp1 per detik)nya, sehingga ludes di pasar. Tsel balas meradang karena beredar foto agen IsatO yang didandani seragam Telkom menyeringai membawa poster sambil menyindir dan menyebut nama Telkomsel.

Izinkan saya sombong mengatakan, bahwa sayalah pendiri Telkomsel dan sponsor berdirinya IM3. Saya pula yang mengajarkan staf Indosat mengerti tentang seluler ketika Indosat BUMN bergabung di Telkomsel. Sebagai “wasit” saya fair mengatakan bahwa IsatO secara jitu telah menghibur pelanggan dengan tarif murahnya. Hebat dan pro pelanggan.

IsatO boleh saja menggratiskan dagangannya, bisa membanggakan produknya dan sah-sah saja melakukan “operasi pasar”; tapi membawa-bawa nama Operator lain itu namanya tidak beretika, ora elok! Tidak pernah ada promosi mobil hemat Alya yang menyindir pertamax plus Mercedes, tidak pula arloji ekonomi merek Garuda menjelekkan harga sebuah Rolex yang super lux.

Operator seluler seyogyanya belajar dari ratusan Bank yang berkompetisi dan berjejer rukun. Mencontoh dunia penerbangan yang take off dan landing di landasan yang sama. Lihat tuh angkot yang semrawut dan supirnya lecek, tapi antri tidak berebut penumpang. Rezeki ada yang ngatur, bro!

Doktrin seluler adalah C3QS (coverage, capacity, cost, quality and services). Kalau Tsel bisa membangun coverage Sabang-Merauke sejak 20 tahun yang lalu (!), mengapa yang lain gak bisa? Operator harus malu menuntut interkoneksi murah bila coverage-nya hanya separuh Nusantara. Tsel bukan di bawah departemen sosial, Tsel wajar bertahan. Mari bangun Indonesia seperti lisensi yang diberikan Pemerintah dan gunakan spektrum frekuensi milik rakyat untuk kemaslahatan masyarakat. Jer basuki bawa bea! Tirulah komitmen Telkomsel. Tagih janji mitra asingmu yang katanya mau bawa duit ke Indonesia. Ini seluler, semua dimulai dari coverage, coverage dan coverage.

Telkomsel pun harus eling, telekomunikasi seluler tidak hanya berpedoman pada DNA (device, network dan applications), tetapi ada unsur lain, yaitu TS (services and tariff). Sinyal yang banyak blank spot-nya atau “ndut-ndutan” tidak boleh terjadi tanpa solusi. Tarif Tsel yang –bukan rahasia umum lagi- dikatakan “kok mahal ya?” harus dikaji dan dipertimbangkan. Dengarkan keluhan ini dengan hati nurani, agar peristiwa “IM3 satu rupiah” tidak terjadi lagi.

Ini masih di bulan Ramadhan, hai seluler Indonesia jangan tawuran atau saling serimpung lagi. Kalian ada di bawah satu wadah, yaitu Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI). Merah putih-kah benderamu? Mari kita berkompetisi secara bermartabat, bersaing dan bersanding. Mau terus berperang? Ingat Pak Harto: “ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake!”.

Kita berharap pertempuran ini berpindah ke layar kaca, dua CEO berdebat di televisi, kita tonton siapa yang benar-benar mengibarkan panji-panji kepuasan pelanggan. Itu baru kereen. Atau, boleh pilih Hikayat Aji Saka: “hana caraka data sawala, pada jayana manga batangha” (dua pesuruh berbantah-bantah, saling tidak mau mengalah; karena sama-sama sakti, akhirnya sama-sama mati).

Selamat berpuasa; mumpung tiada setan di bulan Ramadhan ini, mari perangi angkaramu!

Salam Indonesia.