JAKARTA (IndoTelko) – Diserang terus dan dicitrakan oleh pesaingnya sebagai pihak yang menghambat keluarnya revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 53/2000 tentang Telekomunikasi yang mengatur masalah masalah frekuensi dan orbit satelit membuat Telkomsel jengah.
“Telkomsel tak pernah dilibatkan dalam revisi PP itu. Kita dengar saja di media, katanya salah satu yang dibahas di PP itu soal network sharing,” ungkap Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah dalam acara berbuka bersama awak media, Senin (27/6) malam.
Ditegaskannya, Telkomsel tak alergi dengan network sharing asal tidak menjadi sebuah kewajiban tetapi lebih kepada deal business to business (B2B). “Kalau menjadi kewajiban bisa bahaya bagi kepentingan nasional, tak ada yang mau bangun jaringan, semua nunggu saja di tikungan,” sindirnya.
Ditambahkannya, dalam network sharing juga harus melihat pemenuhan lisensi yang dipegang oleh operator. “Jangan network sharing itu menjadi cara mengakali kewajiban di lisensi yang dipegang. Kalau lisensinya nasional, bangun dong nasional. Kami saja yang konsisten belanja modalnya besar baru menjangkau sekitar 95% populasi,” tukasnya.
Diingatkannya, jika operator memiliki frekuensi tetapi tak membangun, negara yang dirugikan karena Indonesia sangat terbatas alokasi frekuensi untuk mobile broadband. “Negara lain sudah banyak alternatif frekuensi untuk mobile broadband. Kalau frekuensi dikasih ke yang tak punya komitmen membangun, kasihan masyarakat,” jelasnya.
Dikatakannya, pembangunan jaringan tetap dibutuhkan karena mengandalkan satu operator di sebuah wilayah tak ideal bagi pelayanan ke masyarakat. “Kalau ada satu operator, terus jaringannya di bagi dengan yang lain. Kalau jaringannya mati, satu wilayah itu unconnected. Industri ini harus memenuhi syarat minimal dalam kualitas layanan, terjangkau dalam harga, dan sustainable,” tuturnya.
Lebih lanjut dikatakannya, regulasi adalah salah satu alat untuk mempengaruhi industri sehingga membuatnya harus berbasis keadilan bagi semua pemain. “Ini ibarat lomba marathon, disepakati finish di Bandung dari Jakarta. Telkomsel sudah sampai di Cimahi, eh mendadak dibilang finish diganti di Bekasi. Gimana itu tidak bikin deg-degan. Saya saja jadi deg-degan dengan masa depan Telkomsel,” tutupnya.
Sebelumnya, dalam pertemuan dengan sejumlah awak media, President Director & CEO Indosat Alexander Rusli menyatakan sangat berharap tak ada hambatan dalam revisi PP 53/2000 guna memuluskan network sharing. (Baca juga: Jurus mabuk Indosat)
Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 53/2000 sangat dibutuhkan jika network sharing ingin mulus karena jika mengacu ke beleid tersebut di Pasal 25 ayat (1) secara tegas menyatakan pemegang alokasi frekuensi radio tidak dapat mengalihkan alokasi frekuensi radio yang telah diperolehnya kepada pihak lain. Sementara di ayat (2) pasal yang sama menyatakan Izin stasiun radio tidak dapat dialihakn kepada pihak lain kecuali ada persetujuan dari menteri. (Baca juga: Operator butuh network sharing)
Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala menyayangkan draft revisi PP No 53/2000 sudah berada di tangan Sekretariat Negara tanpa melibatkan semua pemangku kepentingan dan konsultasi publik yang transparan. (Baca juga: Revisi PP 53/2000)
“Itu melanggar kelaziman suatu proses pembuatan hukum di negeri demokrasi sehingga jelas produk hukum itu menimbulkan kezoliman. Apalagi, Telkomsel itu operator dominan, masa suaranya tak didengar. Ini mengubah demokrasi menjadi democrazy dan menjadi cermin pemimpin anti demokrasi di negara hukum sebagai tiangnya berdirinya negara,” tegasnya.(dn)