Regulator harus awasi aksi subsidi tarif dari operator

Ilustrasi (dok)

JAKARTA (IndoTelko) – Regulator telekomunikasi disarankan untuk mengawasi secara ketat aksi subsidi tarif yang dilakukan operator berkedok promosi tanpa batas waktu yang jelas.

“Jika tarif promosi diperpanjang terus dan ada aroma subsidi itu berdampak negatif bagi negara karena subsidi merupakan kebalikan atau lawan dari pajak (pajak negatif) sehingga pemberlakuan subsidi untuk penjualan barang yang tidak bersifat pokok tentunya akan sangat merugikan negara atas potensi pengurangan pendapatan pajak yang akan diterima,” kata Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M Ridwan Effendi, kepada IndoTelko, kemarin.

Menurutnya, subsidi juga memberikan dampak negatif bagi  pelaku usaha dan persaingan usaha sehat, antara lain  karena aksi tersebut menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien, menyebabkan distorsi harga, dapat menggangu pasar dan memakan biaya ekonomi yang besar, serta dapat mematikan para pesaing.

Dikatakannya, salah satu contoh aksi subsidi yang bisa dilihat di industri seluler adalah kampanye Rp 1 yang digaungkan Indosat Ooredoo untuk pasar luar Jawa yang mengarah pada ajakan perang tarif. Dalam kalkulasinya, demi tarif  Rp 1 permenit  ke seluruh operator,  Indosat harus rugi Rp190/menit karena memberikan tarif retail di bawah biaya interkoneksi Rp 250/menit.

“Ini sudah berlangsung sejak akhir tahun 2015. Padahal secara regulasi ,tarif promosi dibawah biaya elemen jaringan hanya dibolehkan dalam periode promosi. Kalau dilihat dari pengumuman di website-nya, penawaran ini bukan promosi ada kalimat “dijamin bukan promo”, karena merupakan tarif untuk jenis kartu perdana khusus,” ulasnya.

Diingatkannya, adalah fakta berbicara tahun 2008, perang tarif yang dimulai oleh skema Rp1, Rp0,1 , kemudian hingga Rp0,01 dan lainnya oleh operator selular menimbulkan iklim usaha yang tidak sehat terhadap bisnis industri.

Kondisi perubahan tarif di tahun2008 tsb mendorong penurunan tarif seluler Indonesia secara drastis hingga 90% dari termahal di Asia (US$ 0,15/min pada 2005) menjadi termurah (US$ 0,015/min pada 2008).

“Saya mau ingatkan, saat ini kondisi tarif sudah terjangkau. Kalau penurunan tarif secara drastis akan berdampak signifikan terhadap performa bisnis pelaku usaha. Ini sebagian operator masih “merah” kondisi keuangan. 4G baru mulai, apa memang sudah siap perang tarif,” tutupnya.

Sebelumnya, industri seluler heboh dengan aksi Indosat yang melakukan kampanye negatif menyerang skema tarif milik Telkomsel di luar Jawa. (Baca juga: Kampanye Rp 1 dari Indosat)

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengaku akan mendalami implementasi tarif Rp 1/detik milik Indosat ini.(id)