JAKARTA (IndoTelko) – Kementrian komunikasi dan informatika (Kemenkominfo) disarankan untuk menarik kembali draft revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 52 tahun 2000 yang mengatur tentang penyelenggaraan telekomunikasi dan PP 53 tahun 2000 tentang frekuensi dan orbit satelit agar azas transparansi publik terpenuhi.
“Sebaiknya draft itu ditarik kembali, setelah itu Kemenkominfo mengajak para pelaku bisnis telekomunikasi untuk duduk bersama membahas revisi kedua PP yang kontroversial tersebut. Setelah itu lakukan simulasi kebijakan, agar dampak negatif dari public policy yang akan dikeluarkan dapat diketahui sehingga tak menjadi permasalahan baru dikemudian hari,” saran Pengamat Kebijakan Publik Riant Nugroho, di Jakarta, Selasa (26/7).
Menurutnya, Jika Kemenkominfo tak melibatkan publik dalam pembahasan revisi kedua PP tersebut artinya mengabaikan prinsip good governance yang tengah digiatkan Presiden Joko Widodo.
“Jika proses revisi terus dijalankan tanpa melibatkan publik, Menkominfo bisa dikatakan tidak proper dalam menjalankan tugasnya. Selain itu Kominfo juga bisa dikatakan melanggar Tap MPR No XI Tahun 1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,” ingatnya.
Seperti diketahui, Telkom Group mengaku tak dilibatkan dalam revisi kedua PP yang akan mengubah lanskap industri telekomunikasi itu. (Baca: Telkom Grup tak dilibatkan dalam revisi PP)
Dari kabar beredar menyatakan ada dua pasal dari kedua PP yang menjadi titik krusial yakni Pasal 12 revisi PP 52 tahun 2000 dan pasal 25 revisi PP 53 tahun 2000. Pasal 12 revisi PP 52 tahun 2000 membahas mengenai network sharing. Dalam revisi PP tersebut dijelaskan network sharing merupakan kewajiban seluruh operator telekomunikasi di Indonesia.
Sedangkan di Pasal 25 revisi PP 53 tahun 2000 diijinkan frekuensi atau spektrum yang dikuasai operator telekomunikasi dapat dipindah tangankan. Padahal frekuensi merupakan sumberdaya terbatas yang dimiliki oleh negara dan tidak bisa perdagangkan atau dialihkan.
“Kalau dilihat revisi kedua PP ini memberikan pengaruh ke publik. Ini artinya seluruh pelaku usaha telekomunikasi harus dimintai pendapatnya dan persetujuannya," katanya.
Wakil Ketua Desk Ketahanan dan Keamanan Cyber Nasional, Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Marsekal Pertama Ir Prakoso melihat revisi kedua PP tak termasuk di dalam informasi publik yang dikecualikan di dalam UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Di dalam UU No 14 tahun 2008 pasal 17 dijelaskan berbagai kreteria informasi publik yang dikecualikan. “Jika kementerian teknis tak menyebutkan revisi tersebut termasuk yang dikecualikan menurut UU, maka menurut hemat saya informasi tersebut harus dibuka kepada publik,” terang Prakoso. (Baca: Revisi PP telekomunikasi dan frekuensi)
Sebelumnya, Menkominfo Rudiantara menyatakan revisi kedua PP tersebut dalam koordinasi MenkoPerekonomian Darmin Nasution karena menyangkut koordinasi dengan beberapa menteri terkait.(id)