Dituding tak transparan dalam menghitung biaya interkoneksi, ini reaksi Menkominfo

Rudiantara (dok)

JAKARTA (IndoTelko) – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menanggapi santai tudingan yang beredar di media massa tentang hasil perhitungan ulang biaya interkoneksi yang dianggap tak transparan dan tak adil bagi pelaku usaha.

“Salah hitung? Siapa yang bilang salah hitung, saya gak tahu tuh,” tukas Pria yang akrab disapa RA itu, usai melakukan penandatanganan surat pernyataaan Perjanjian Kerjasama efektif dengan PT Palapa Ring Barat, kemarin.

Ketika disampaikan banyak pihak menyalahkan kebijakan yang diambil dalam metode perhitungan dengan pola simetris, RA lagi-lagi menanggapi dengan santai,”Simetris? Kayak penggaris saja,” celotehnya.

Diingatkannya, filosofi dari perhitungan ulang biaya interkoneksi adalah untuk meningkatkan efisiensi di industri agar pelayanan menjadi lebih baik. “Satu lagi kita ingin infrastruktur broadband yang merata. Saya ingin Indonesia itu merdeka secara akses broadband di semua wilayah. Sekarang itu yang nikmati akses 7 Mbps baru Jakarta dan sekitarnya,” tutupnya.

Seperti diketahui, Kemenkominfo telah  menyelesaikan perhitungan biaya interkoneksi tahun 2016 dimana menghasilkan penurunan secara rata-rata untuk 18 skenario panggilan dari layanan seluler dan telepon tetap itu sekitar 26%. Hasil perhitungan tertuang dalam Surat Edaran No 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016 yang ditandatangani Plt. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Geryantika Kurnia.

Sebelumnya, tarif interkoneksi  untuk panggilan lokal seluler sekitar Rp 250. Adanya perhitungan baru maka per 1 September 2016 menjadi Rp 204 permenit.

Banyak kalangan menyorot kebijakan dalam pola perhitungan yang menggunakan cara simetris bukan asimetris dengan mempertimbangkan sebaran infrastruktur tak merata dari operator.

Memakai pola simetris dianggap operator dominan dipaksa menjual di bawah harga pokok penjualan (HPP). Sedangkan, operator pengguna jaringan akan diuntungkan oleh kebijakan penurunan tarif interkoneksi tersebut.

Dalam pandangan sejumlah ahli, seharusnya dalam menetapkan HPP pemilik jaringan menggunakan basis biaya (cost based) yang memperhitungan pengeluaran investasi (Capital Expenditure/Capex) dan biaya operasional (Operational expenditure/Opex).

Alhasil, pemerintah disarankan  menggunakan metode perhitungan cost based  dengan memasukan biaya pembangunan Capex, unsur resiko, quality of service (QoS) dan biaya operasional.

Ada yang mengkritisi, tetapi ada yang senang walau tak gembira ria. Salah satunya Indosat Ooredoo.       

"Kalau ditanya kami, itu turunnya belum maksimal, tetapi kan sudah diambil menjadi keputusan. Bagi kami ini sinyal ada kepastian,” kata President Director Indosat Ooredoo Alexander Rusli, kemarin.

Alex mengakui  pola perhitungan interkoneksi yang baru itu akan mengubah bisnis perusahaannya. Setidaknya dari  dalam pelaporan keuangan i ada komponen revenue, komponen interkoneksi dan cost dipisah. (Baca: Hitung ulang biaya interkoneksi)

"Dari sudut pandang revenue akan berkurang karena pengalinya lebih kecil. Tetapi tentunya cost akan berkurang. Nah, dampak nett-nya akan dihitung. Kita belum tahu akan lebih bagus atau lebih buruk. Pasti angka revenue akan turun, demikian juga cost," ulasnya. (Baca: Batalkan hitung ulang biaya interkoneksi)

Ditegaskannya, skema baru biaya interkoneksi secara jangka pendek tak akan mengubah tarif ritel dari Indosat. "Secara jangka pendeknya nggak ada perubahan tarif ritel dari pihak kami. Medium to long term tentunya akan berdampak kepada ritel. Kalau terkait efisiensi belum ketahuan soalnya angkanya tidak terlalu signifikan soalnya ada penurunan," tegasnya.(id)