Menkominfo jangan paksakan revisi biaya interkoneksi

Kamilov Sagala (kiri) dan Rudiantara usai menghadiri sebuah diskusi (dok)

JAKARTA (IndoTelko) – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara disarankan untuk  tidak mengeluarkan Peraturan Menteri (PM) terkait biaya interkoneksi karena masih ada sejumlah hal yang harus diselesaikan sebelum kebijakan publik itu dilaksanakan.

“Saya sarankan ke Menkominfo untuk melihat kebijakan biaya interkoneksi itu bukan zero sum game alias sebagai peperangan yang harus dimenangkan pemerintah. Kebijakan publik itu untuk kepentingan semuanya, bukan golongan tertentu. Sebaiknya Pak Rudiantara menghormati permintaan Komisi I DPR yang menyarankan penundaan keluarnya PM sebelum aspirasi semua pihak diserap,” kata Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala di Jakarta, Kamis (25/8).

Menurutnya, ada sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan dalam revisi biaya interkoneksi sebelum ditetapkan dalam bentuk PM, diantaranya mencari persamaan dari perbedaan yang terjadi diantara pelaku usaha. “Sudah jelas itu kemarin di media Dirut Telkomsel nyatakan keberatan dan Telkom Group kirim surat. Itu sudah dijawab belum surat mereka, sudah dicari titik temu belum? Jangan main klaim saja, ini kan zaman keterbukaan,” tukasnya.

Diingatkannya, setiap revisi biaya interkoneksi selalu ada kesepakatan diantara operator terkait metode perhitungan yang dilakukan. “Dulu sepakat pakai simetris. Sekarang kondisi berbeda karena ada yang segitu saja jaringannya, ada yang terus bangun. Tentu wajar ada kesepakatan baru. Tugas regulator itu memfasilitasi perbedaan ini, bukan ikut pula bermain di gendang salah satu pihak,” tegasnya.

Ditambahkannya, Rudiantara harus fokus dengan obyektif dari revisi biaya interkoneksi yakni memberikan fairness dan insentif bagi pelaku usaha. “Ini saya lihat tujuannya mau turunin tarif ritel, Indonesia ini nomor tiga termurah di Asia untuk suara dan data, mau turun sejauh mana lagi? Sekarang infrastruktur telekomunikasi belum merata, dipaksa turun lagi buat bangun dimana, recovery cost yang dari biaya interkoneksi diturunkan,” ulasnya.

Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR dengan Menkominfo Rudiantara pada Rabu (24/8) salah satu kesimpulan adalah meminta ditundanya PM penetapan biaya interkoneksi sebelum digelarnya sejumlah rapat oleh anggota dewan dengan operator.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Budi Youyastri mengatakan, sebenarnya pemerintah tidak punya kewenangan untuk memutuskan besaran penurunan biaya interkoneksi.

"Kewenangan pemerintah bukan terletak pada revisi interkoneksi, tapi sebatas menciptakan formulanya saja," katanya saat RDP, kemarin.

Anggota Komisi I lainnya, Elnino M. Husein Mohi mempertanyakan jika revisi biaya interkoneksi versi Menkominfo dijalankan per 1 September 2016 siapa operator yang diuntungkan atau dirugikan. “Harus jelas ini siapa yang meraih keuntungan dari kebijakan ini. Kita ingin dengar dulu suara semuanya,” tutupnya. (Baca: Telkomsel keberatan dengan biaya interkoneksi)

Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah menyatakan revisi biaya interkoneksi yang dibuat pemerintah tak menguntungkan secara langsung atau tidak langsung bagi perseroan. "Kami kalah dua kali, dari sisi terima bayaran yang gunakan jaringan Telkomsel serta untuk recovery cost. Belum lagi ini membuat competitive advantage kita dipangkas," kesalnya.(dn)