JAKARTA (IndoTelko) - PT XL Axiata Tbk (XL) menegaskan tak relevan isu revisi biaya interkoneksi dikaitkan dengan menguntungkan operator asing.
"Tak relevan itu (Interkoneksi) dikaitkan dengan keuntungan bagi asing. Saya punya beberapa alasan kuat untuk menyatakan itu semua tak relevan," tegas Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini dalam diskusi terbatas dengan sejumlah media, di Jakarta, Rabu (31/8).
Dijelaskannya, alasan pertama adalah tidak ada operator seluler di Indonesia yang tak menikmati aliran dana investor asing. Bahkan, Telkomsel yang diklaim paling Indonesia, sekitar 35% sahamnya dikuasai oleh Singapore Telecommunication (SingTel).
"Anda hitung berapa dividen dari Telkomsel yang dibawa ke Singapura. Jadi, isu interkoneksi dikaitkan dengan nasionalisme dan asing itu tak tepat. Lebay itu," sergahnya.
Dalam kalkulasinya dengan melihat laba dari Telkomsel pada 2015 sebesar Rp 22,4 triliun, diperkirakan negara hanya mendapat Rp 7,4 triliun, sementara SingTel sebagai penguasa 35% saham sebesar Rp 7,8 triliun.
Ditambahkannya, jika melihat laporan keuangan dari Telkom Grup untuk bisnis telekomunikasi selama 2015 mendapatkan omset sebesar Rp 97 triliun. Sebagai net payer di interkoneksi mengalami minus Rp 0,075 triliun. Logikanya jika biaya interkoneksi diturunkan beban yang ditanggung operator pelat merah ini tentu juga akan turun.
Alasan kedua dinyatakan Wanita yang akrab disapa DS itu adalah kebijakan revisi biaya interkoneksi adalah kewenangan dari Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dimana harus menjaga semua kepentingan dari pemangku kepentingan.
"Saya selalu bilang ada trilema yakni memuaskan pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha. Kominfo harus bisa bikin kebijakan yang buat balance semua.Bagi kami turun 26% itu juga tak memuaskan, tetapi kita butuh kepastian untuk investasi ke depannya. Kita terima itu sebagai sebuah kebijakan," jelasnya. (Baca: XL dan interkoneksi)
Dikatakannya, penurunan 26% secara rerata untuk 18 skenario panggilan tersebut sebenarnya sudah disesuaikan oleh pemerintah dengan melihat kepentingan semua operator. "Misal, untuk panggilan lokal seluler itu menjadi Rp 204, itu sudah perhitungan yang fair bagi semua pihak walau tak bikin hepi," katanya. (Baca: Nasib interkoneksi)
Sebelumnya, banyak pihak menilai revisi biaya interkoneksi yang dilakukan pemerintah hanya menguntungkan operator asing. (Baca: Interkoneksi bagi asing)
Dalam riset analis Bahana Securities Leonardo Henry Gavaz memastikan jika per 1 September nanti biaya interkoneksi baru diberlakukan yang menikmati cuan adalah Indosat dan XL. (Baca: Revisi biaya interkoneksi)
Dari laporan keuangan 2015 tercatat Indosat membukukan pendapatan interkoneksi sebesar Rp 1,9 triliun. Namun beban interkoneksi yang dikeluarkan Indosat mencapai Rp 2,3 triliun atau tekor lebih dari Rp 400 miliar. Sedangkan XL mencatat pendapatan interkoneksi Rp 2,391 triliun. Sementara bebannya Rp Rp 2,320 triliun atau untung Rp 70 miliar.(dn)