JAKARTA (IndoTelko) – Pemerintah disarankan untuk tidak alergi dengan wacana pemblokiran layanan milik Google di Indonesia dalam rangka mengejar kewajiban pajak dari perusahaan internet itu.
“Wacana pemblokiran itu jangan alergi dibahas. Apalagi belum apa-apa sudah keluar pernyataan dari pejabat pemerintah seolah-olah kita tak bisa hidup tanpa Google. Itu namanya kita kurang percaya diri,” tegas Pengamat Telekomunikasi Mochammad James Falahuddin kepada IndoTelko, Selasa (20/9).
Menurutnya, dalam menghadapi pemain seperti Google harus dikedepankan ketegasan dan diperlihatkan bahwa Indonesia bisa mandiri tanpa Google. “Layanan sejenis Google banyak. Pemain lokal juga ada, tapi kurang diapresiasi saja. Kalau mau revolusi gaya kita dalam konsumsi konten di internet, sekarang momentumnya,” katanya.
Disarankannya, pemerintah untuk belajar dari cara pemerintah Inggris atau benua Eropa lainnya dalam menaklukkan Google. “Tanpa ada aksi nyata, semua akan sekadar wacana. Nanti isu ini akan berulang lagi seperti lagu lama di kaset kusut,” tandasnya.
Diingatkannya, Google tak banyak mengeluarkan investasi di Indonesia. Hal yang banyak dilakukan Google adalah aktifitas pemasaran agar platformnya digunakan masyarakat.
“Lihat berapa jumlah karyawannya. Membuka representative office dengan omset ratusan juta dollar AS itu apa layak dibilang investasi. Hardware-nya banyak ditaruh dimana? Ayolah, kita Merah Putih sedikit dan berada dalam satu kapal yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semua menghadapi pemain seperti Google ini,” sungutnya.
Sebelumnya, Kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan perusahaan-perusahaan di bidang digital dan beroperasi melalui internet masih menjadi tantangan dalam hal pajak terhadap suatu negara.
Lembong mengakui cukup sering melakukan komunikasi dengan perusahaan-perusahaan digital seperti Google dan Facebook. Namun satu hal yang dia tekankan adalah masalah keadilan dalam membayar pajak.
"Kita Ikuti terus perkembangannya. Kita mau ada fairness. Tapi takutnya kalau kita (gebukin) terlalu keras nanti mereka lari ke negara lain. Jadi gak menguntungkan. Tapi kalau tak dikejar, bagaimana ya. Harus ada titik tengahnya,” katanya.
Asal tahu saja, dalam kalkulasi Ditjen Pajak, Google diperkirakan menunggak kewajiban pajak selama lima tahun. Di tahun 2015 saja, Google diperkirakan berutang pajak lebih dari Rp 5 triliun.
Ditjen Pajak menduga PT Google Indonesia membayar kurang dari 0,1% dari total pendapatan dan pertambahan nilai yang menjadi kewajiban Google di tahun lalu. (Baca: Harta Karun Google)
Kebanyakan pendapatan Google yang diperoleh di Indonesia memang dialirkan ke kantor pusat Google Asia Pasifik yang berlokasi di Singapura. Google Asia Pasifik ini menolak diaudit bulan Juni lalu sehingga memicu kantor pajak Indonesia meningkatkannya menjadi kasus kriminal.(ak)