JAKARTA (IndoTelko) – Kisruh revisi biaya interkoneksi yang tak jelas penyelesaiannya ternyata tak mengurangi gairah XL Axiata untuk memulai perang tarif di luar Pulau Jawa.
Sinyal perang tarif dimulai oleh anak usaha Axiata itu terlihat kala mengumumkan penggunaan teknologi 3G di frekuensi 900 MHz bagi pelanggan di Luar Jawa pada Senin (4/10). (Baca: Kisruh Interkoneksi)
Dalam presentasinya ke media massa GM Consumer Product XL, Roy Wisnhu Wibowo menyajikan tiga tiga produk khusus dengan tarif yang sangat kompetitif.
Pertama, paket "Hotrod Xtra" yaitu paket internet spesial dengan manfaat akses Data di jaringan 2G/3G/4G dan XTRA benefit telepon ke semua operator yang berlaku secara nasional.
Produk kedua, "Kartu Perdana" khusus bagi pelanggan di Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi dengan spesial benefit berupa tarif menelepon ke semua operator, hanya Rp 59/menit.
Pada paket ini pelanggan juga mendapatkan bonus berupa 15 menit menelepon dan 150MB untuk akses Data. Bonus ini diberikan setiap bulan selama 3 bulan. Bonus akan dilipatgandakan pada bulan ke-4 hingga 12 menjadi 30 menit dan 300 MB.
Produk ketiga, paket "XTRA Bicara" yaitu Paket menelepon hanya untuk pelanggan Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Pelanggan akan mendapat manfaat berupa menelepon ke sesama XL sepuasnya, menelepon ke operator lain dan akses Data di jaringan 2G/3G/4G.
Pelanggan yang ingin mendapatkan paket ini bisa memperolehnya melalui *123#, MyXL atau di toko-toko pulsa XL terdekat. Pada akhir Oktober 2016, layanan tersebut dapat diakses di 352 kota/kabupaten di seluruh Indonesia.
Sekilas, "Kartu Perdana" khusus bagi pelanggan di Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi mengembalikan ingatan awak media ke penawaran Rp 1 milik Indosat yang sempat mengguncang dunia maya beberapa waktu lalu.
“Wah kalau dibandingkan dengan penawaran tetangga, kita lebih murah tipis,” kilah Roy menjawab pertanyaan media.
Menurut Roy, penawaran ini dilepas ke pasar karena pelanggan di tiga pulau itu memang memiliki kebutuhan yang tinggi terhadap layanan suara. “Kita menyesuaikan dengan kondisi pasar. Kita dorong pelanggan multi adotion service yakni tak hanya berlangganan satu layanan nantinya,” katanya.
Roy pun memasang target lumayan tinggi terhadap kemasan produk terbaru itu yakni dari sisi pelanggan terjadi pertumbuhan 18% hingga 20%, sedangkan dari pendapatan naik 30%. “Saat ini kita ada 6 juta pelanggan di tiga pulau itu. Jaringan baru, tentu harapan baru,” simpulnya.
Ketika disinggung, jika harapan nantinya tak sesuai dengan kenyataan mengingat dominasi dari Telkomsel yang kuat di luar Jawa, Roy memastikan XL tak akan mengeluh. “Itu pembelajaran dari kondisi pasar. Kita tak akan salahkan pihak lain kalau target ini gagal,” tutupnya.
Asal tahu saja, beberapa waktu lalu XL menyatakan biaya produksinya untuk melakukan panggilan adalah Rp 65 per menit. Jika melihat paket penawaran yang ditawarkan XL, sudah dipastikan adanya subsidi untuk produk terbaru ini mengingat biaya interkoneksi yang digunakan masih mengacu pada sebelum surat edaran dikeluarkan pemerintah pada 2 Agustus 2016. (Baca: Strategi XL di Luar Jawa)
Indosat pernah menawarkan Rp 1/detik untuk panggilan lintas operator di luar Jawa. Secara pelanggan yang dihimpun memang target berhasil didapat, namun dari sisi pendapatan dan keuntungan tak sesuai dengan harapan. (Baca: Rp 1 dari Indosat)
Saat ini penguasa pasar seluler nasional adalah Telkomsel (45%), setelah itu disusul Indosat (21,6%), Tri Indonesia (14,4%), dan XL Axiata (14%). (Baca: Monopoli di Luar Jawa)
Sementara untuk pasar di luar Jawa dikuasai oleh Telkomsel yang kabarnya lebih dari 80%. Akankah XL berhasil menggoyang Telkomsel di luar Jawa? Kita lihat saja nanti.(id)