JAKARTA (IndoTelko) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengklasifikasi pemain financial technology (Fintech) yang akan diaturnya agar tak bertabrakan dengan Bank Indonesia (BI).
“Kalau yang masuk klasifikasi OJK ada sekitar 120 fintech masuk otorisasi OJK. Klasifikasi perusahaan fintech itu di luar jenis usaha fintech di bidang sistem pembayaran yang akan diatur oleh Bank Indonesia," ujar Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto, belum lama ini.
Dijelaskannya, OJK hanya akan mengatur pelaku usaha fintech yang inti bisnisnya mencakup deposit (penyimpanan dana), lending (penyaluran dana), capital raising (pengumpulan modal), dan market provisioning (penyediaan pasar). Sedangkan BI akan mengatur pelaku usaha fintech yang bisnis utamanya berupa clearing and settlement (penyelesaian transaksi pembayaran).
Hingga kini, baik OJK maupun BI masih sama-sama menggodok aturan khusus fintech yang akan menjamin kepastian usaha dan keamanan bagi masyarakat.
“Fintech harus diatur karena kedepan kita akan makin bergantung dengan teknologi informasi, baik dalam perdagangan sekuritas, bisnis perbankan, asuransi dan lain sebagainya. Kita perlu pastikan keamanan layanan fintech dari berbagai risiko, seperti hilangnya dana atau data klien,” tegasnya.
Ditambahkannya, OJK juga perlu memastikan layanan fintech mendukung undang-undang anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
Ada beberapa poin yang akan masuk dalam aturan terkait fintech. Pertama, tentang Fintech Innovation HUB, yaitu sentra pengembangan fintech nasional, yaitu pelaku usaha fintech bisa berhubungan dan bekerjasama dengan industri dan lembaga yang jadi pendukung ekosistem keuangan digital.
Kedua, soal Certificate Authority (CA) di sektor jasa keuangan. CA merupakan penerbit sertifikat tanda tangan digital milik pelaku jasa keuangan. CA tersebut akan menjamin bahwa suatu transaksi elektronik yang ditandatangani secara digital telah diamankan dan berkekuatan hukum sesuai dengan ketentuan yang ada di Indonesia. Nantinya, OJK akan bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi terkait CA tersebut.
Ketiga, penerbitan Sandbox Regulatory untuk fintech atau aturan dasar guna mendorong tumbuh kembang fintech. Aturan tersebut akan menjadi landasan hukum bagi fintech untuk menarik investasi, menjaga efisiensi, dan melindungi kepentingan konsumen.
Keempat, terkait Pusat Pelaporan Insiden Keamanan Informasi di industri jasa keuangan. Pusat pelaporan tersebut akan menjadi wadah untuk mengkaji implementasi standar dalam pengamanan data dan informasi di industri fintech.
Kelima, soal Vulnerability Assessment (VA) atau pengukuran kerentanan yang tersentralisasi di industri jasa keuangan. Tujuannya untuk menekan risiko serta ancaman keamanan informasi pada industri jasa keuangan. (Baca: Fintech akan diawasi)
Terakhir, isu penempatan data center di Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 (PPPSTE) dimana penyelenggara sistem elektronik untuk publik wajib menempatkan server di dalam negeri. (Baca: Dukungan regulasi Fintech)
Sebelumnya, OJK menjanjikan aturan terkait Fintech akan keluar pada tahun ini. Pemain Fintech pun tak ada masalah dengan rencana keluarnya regulasi itu.(wn)