JAKARTA (IndoTelko) – Keputusan yang diambil Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dengan menetapkan biaya interkoneksi secara simetris berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat salah satunya praktik predatory pricing.
Salah satu ciri dari predatory pricing adalah menjual di bawah harga produksi untuk mematikan pesaing.
“Biaya interkoneksi yang ditetapkan secara simetris memunculkan ruang bagi beberapa operator tertentu yang kebetulan memiliki biaya produksi ebih rendah untuk menekan harga serendah-rendahnya sehingga muncul perang tarif. Ini mirip-mirip predatory pricing,” ungkap Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo dalam sebuah diskusi, kemarin.
Dikatakannya, di sektor seluler tak dikenal recovery cost ala bisnis pertambangan. Namun, kenyataanya, jika biaya interkoneksi diberlakukan simetris, ada pihak yang diuntungkan, ada yang dirugikan karena selama ini memenuhi kewajiban atau melebihi komitmen lisensi
"Jadi, kalau disederhanakan ini mirip-mirip yang terjadi di sektor transportasi dengan ridesharing. Pemain ridesharing datang, dengan modal minim karena banyak regulasi tradisional tak dipenuhi, membuat harga tak wajar ke pelanggan. Mereka kan injeksi modal terus hingga dia bisa beri tarif di bawah pokok. Memang merugi tapi mendapatkan pasar. Ini yang sedang terjadi," katanya.
Dikatakannya, predatory pricing memang memberikan keuntungan bagi konsumen tapi itu dalam jangka pendek, karena tarif yang diberikan murah. Tetapi secara agregat, perusahaan yang menyediakan tarif murah akan merugi, sebab biaya promosinya besar-besaran. (Baca: dampak biaya interkoneksi)
"Masalahnya kalau rugi tak bayar pajak (PPh badan). Ketika tidak bayar pajak, negara tidak mendapatkan penerimaan. Di Indonesia ini PPH badan kan dari laba. Ini beda kalau pajak dari pendapatan," katanya.(Baca: Inefisiensi di seluler)
Disarankannya, pemerintah menetapkan biaya interkoneksi secara asimetris berbasis ongkos pemulihan dan coverage masing-masing operator secara berimbang. “Saya usul Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengkaji dampak putusan yang diambil pemerintah itu melalui Surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016, tanggal 2 Agustus 2016,” tutupnya. (Baca: Predatory pricing di seluler)
Asal tahu saja dalam surat edaran tentang Implementasi Biaya Interkoneksi Tahun 2016 dinyatakan secara rerata biaya interkoneksi turun 26% bagi 18 skenario panggilan untuk jasa seluler. Dalam surat tersebut acuan biaya interkoneksi terbaru Rp204 per menit dari Rp250 per menitnya.(id)