Kominfo pastikan revisi PP No 52 dan 53 tahun 2000 melalui prosedur yang benar

Teknisi di salah satu BTS milik operator. Aturan network sharing tengah disiapkan Kominfo(dok)

JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mulai aktif bersuara terkait rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

Setelah memberikan paparan tentang latar belakang dari revisi kedua aturan tersebut, kali ini Kominfo bersuara terkait pendapat Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih yang dimuat di sejumlah media massa yang pada intinya menyatakan perumusan revisi kedua PP itu ada maladministrasi atau cacat prosedur. (Baca: Revisi PP cacat prosedur)

"Bersama ini penting untuk kami tegaskan dan jelaskan, Kominfo tetap konsisten dalam koridor Nawa Cita dan mengutamakan hasil kerja bagi rakyat serta dilindunginya kepentingan nasional," tegas Plt. Kepala Biro Humas Noor Iza dalam siaran pers, Minggu (16/10).

Menurutnya, proses perumusan revisi terbatas terhadap dua PP tersebut sudah melewati proses yang cukup panjang dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk kementerian/lembaga dan instansi terkait. Proses ini dimulai sejak 2 Februari 2015 dengan terbitnya SK Menkominfo Nomor 56 Tahun 2016 tentang Tim Penyusunan RPP tentang Perubahan PP Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. (Baca: Kominfo soal revisi PP)

Tim Penyusun yang telah dibentuk lantas bekerja, melakukan kajian, dan berdiskusi dengan berbagai kalangan, termasuk dengan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) pada 26 November 2015. Pada bulan Desember 2015, diselenggarakan beberapa kali rapat antarkementerian yang melibatkan antara lain Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, dan Kementerian Dalam Negeri, selain Kementerian Komunikasi dan Informatika sendiri.

Pada 22 Desember 2015 dilakukan tahapan harmonisasi tentang perubahan dua PP tersebut di kantor Kementerian Hukum dan HAM dan pada 29 Desember 2015, Menteri Hukum dan HAM mengirimkan surat yang menyatakan harmonisasi telah selesai. Berdasarkan surat tersebut, Menteri Kominfo lalu mengirimkan surat kepada Presiden RI pada 30 Desember 2015, memohon penetapan RPP tentang Perubahan PP 52/2000 dan RPP tentang Perubahan PP 53/2000.

"Namun ketika rancangan perubahan PP tersebut berada di Setneg untuk harmonisasi, disarankan untuk melakukan penyempurnaan lagi. Selain itu juga ada permintaan dari Menteri Keuangan dan Menteri BUMN agar revisi ditunda dengan melibatkan Kementerian BUMN dan Telkom dalam proses revisi. Presiden RI melalui surat Mensesneg pada 20 Juli 2016 juga memerintahkan Menko Bidang Perekonomian untuk mengkoordinasikan proses penyelesaian RPP tersebut," katanya.

Di Kantor Kemenko Perekonomian, kembali seluruh pemangku kepentingan, terutama seluruh operator telekomunikasi, diundang dalam rapat koordinasi. Puncaknya dalam rakor terbatas 8 Agustus 2016 di Kantor Kemenko Perekonomian yang dihadiri Menteri BUMN dan Menkominfo serta Deputi Perundang-undangan Kemensetneg, tercapai beberapa kesepakatan sebagaimana dirumuskan dalam RPP yang ada sekarang.

"Hal-hal dimaksud di atas merupakan bentuk pematuhan Kominfo dan tahapan panjang yang telah dilalui dalam proses perumusan revisi PP Nomor 52 Tahun 2000 dan PP Nomor 53 Tahun 2000. Seluruh tahapan ini mengindikasikan Kementerian Komunikasi dan Informatika sangat memahami dan mematuhi prinsip transparansi dan praktik good governance dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan," katanya. (Baca: Telkom grup ditinggal dalam revisi aturan)

Asal tahu saja, salah satu yang dipermasalahkan publik dalam proses revisi tersebut adalah tak dilibatkannya Telkom Grup sejak awal. Padahal, revisi kedua PP tersebut berdampak siginifikan bagi masa depan bisnis Telkom Grup dimana keunggulan kompetitifnya berupa infrastruktur yang luas menjadi "hilang" karena adanya kewajiban berbagi jaringan seperti yang diwacanakan dalam perubahan beleid itu.(id)