Biaya interkoneksi akan dihitung ulang?

ilustrasi(dok)

JAKARTA (IndoTelko) -  Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara telah memutuskan menunda revisi biaya interkoneksi  dengan menerbitkan Surat nomor: S-1668/M.KOMINFO/PI.02.04/11/2016 tanggal 2 November 2016 hal Penyampaian Penetapan Perubahan DPI Milik Telkom dan Telkomsel Tahun 2016 dan Implementasi Biaya Interkoneksi.

Isi surat tersebut adalah tetap memberlakukan besaran biaya interkoneksi yang telah disepakati pada Perjanjian Kerjasama (PKS) masing-masing atau berdasarkan besaran biaya interkoneksi yang telah diimplementasikan tahun 2014 berdasarkan surat Kemkominfo Nomor: 118/KOMINFO/DJPPI/PI.02.04/01/2014 tanggal 30 Januari 2014 perihal Implementasi Biaya Interkoneksi tahun 2014, sampai dengan ditetapkannya  besaran biaya interkoneksi berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh verifikator independen, paling lambat tiga bulan sejak tanggal 2 November 2016. (baca: Interkoneksi tertunda)

Singkatnya, biaya interkoneksi yang susah payah dihitung nyaris setahun belakangan dan dituangkan melalui Surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016, tanggal 2 Agustus 2016, tentang Implementasi Biaya Interkoneksi Tahun 2016 yang secara rerata biaya interkoneksi turun 26% bagi 18 skenario panggilan untuk jasa seluler tak berlaku. (Baca: DPI Telkom)

Dalam surat edaran itu memuat acuan biaya interkoneksi terbaru dengan Rp204 per menit dari Rp250 per menitnya untuk panggilan seluler lokal.  

Hitung ulang
Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi Kresna menjelaskan pada intinya BRTI telah menetapkan perubahan Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) milik Telkom dan Telkomsel dengan ketentuan: DPI dari kedua operator tahun 2014 tetap diberlakukan dengan beberapa perubahan yang tidak terkait dengan biaya, sampai dengan ditetapkannya besaran biaya interkoneksi yang baru berdasarkan hasil verifikasi oleh verifikator independen paling lambat 3  bulan sejak ditetapkannya penetapan brti.

"Kami memahami adanya masukan dari seluruh stakeholder sehingga untuk kebaikan bersama biaya interkoneksi yang digunakan adalah referensi tahun 2014 untuk 3 bulan ke depan. Setelah itu diharapkan sudah didapat acuan biaya yang dapat diterima oleh semua operator," katanya kepada IndoTelko, Kamis (3/11).

Menurut Ketut, tidak masalah hasil hitungan versi SE 2 Agustus belum dapat diimplementasikan saat ini. "Yang penting dalam 3 bulan ini dapat dilakukan verifikasi dimana nanti hasilnya dapat diterima oleh semua operator," katanya.

Batas waktu
Secara terpisah, Direktur Utama Smartfren Merza Fachys mengingatkan referensi biaya interkoneksi yang diputuskan dua tahun lalu akan berakhir pada 31 Desember 2016. "Kalau waktunya tiga bulan akan melewati batas waktu. Ini sepertinya miss di putusan itu," katanya.

Menurutnya, waktu dua bulan sudah cukup untuk memverifikasi hitungan versi mana yang benar. "Kan ini mau lihat hitungan Telkom atau Kominfo yang benar. Gak perlu lama-lama lah. Gantung ini barang," selorohnya.

Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini mengaku kecewa dengan adanya penundaan implementasi dari biaya interkoneksi baru. "Sudah pasti kami kecewa dengan penundaan ini. Tujuan dari revisi itu sejak November 2014 lalu untuk menyehatkan industri dan memberikan keuntungan untuk pelanggan. Kalau tidak jadi diberlakukan, tentu saja tujuan-tujuan tersebut tidak akan tercapai," katanya.

Diingatkannya, industri sudah lelah menunggu hasil positif dari polemik interkoneksi. "Ini kita sudah habis banyak waktu untuk diskusi selama hampir dua tahun, menjadi tak berarti," sungutnya.

Sementara Wakil Direktur Utama Tri Indonesia Muhammad Danny Buldansyah menyarankan, jika diputuskan untuk hitung ulang, sebaiknya proses yang akan dijalani bullet proof tanpa intervensi, kelas dunia, sehingga hasilnya bsia dipertanggungjawabkan," katanya.

Diungkapkannya, dampak dari tertundanya implementasi revisi biaya interkoneksi adalah pertumbuhan layanan suara akan stagnan atau menurun. "Ini resiko yang dihadapi," tutupnya.(id)