JAKARTA (IndoTelko) - Upaya Kementerian Informasi dan Informatika (kominfo) melakukan uji publik terhadap Revisi Peraturan Pemerintah (RPP) No. 52 dan 53 Tahun 2000 di sektor telekomunikasi ternyata bukan menuai pujian tetapi malah panen kritikan. Bahkan, ada yang menilai kedua revisi tersebut tak sejalan dengan UUD 45 dan sudah selayaknya dihentikan.
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan uji publik terhadap kedua RPP itu sudah selayaknya sejalan dengan UUD 45, dan secara teknis harus melibatkan pihak dari kementerian koordinator politik, hukum dan keamanan (Menkopolhukam), kementerian hukum dan hak asasi manusia (HAM), dan kementerian pertahanan.
“Uji publik revisi RPP 52 dan 53 dari segi prosedur musti melibatkan partisipasi dan rasional masyarakat, karena telokomunikasi sesuatu yang penting bagi masyarakat,” kata Margarito saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi, belum lama ini.
Sementara Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih menilai bahwa revisi itu tidak sejalan dalam UU No.12 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Perumusan Perundang-undangan. Pada UU tersebut diatur dilibatkannya masyarakat untuk memberikan masukan baik secara lisan atau pun tulisan.
“Uji publik itu harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan bersih dari kepentingan pihak mana pun,” kata Alamsyah.
Sebelumnya Ombudsman juga sudah mengeluarkan rekomendasi dan berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menunda pengesahan kedua RPP tersebut. Alamsyah menilai, RPP yang mengatur soal network sharing dan frekwensi sharing itu cacat prosedur dan berpotensi untuk digugat secara hukum.
“Saya khawatir jika kedua PP ini sahkan, justru akan ramai-ramai digugat secara hukum. Jadi saya rasa kemenkominfo harus juga menerima masukan dari berbagai pihak,” ujarnya. (Baca: Kisruh revisi PP)
Diusulkannya, komoinfo menambah jangka waktu proses uji publik itu menjadi 7 hari kerja. Sehingga ada proses waktu bagi publik untuk menelaah lebih jauh. "Ombudsman tidak punya kepentingan apa-apa, tidak membela kepentingan salah satu operator," tegas Alamsyah. (Baca: Ombudsman soal revisi PP)
Sedangkan Tim Ahli Desk Cyberspace Kemenkopolhukam Marsma TNI Ir. Prakoso yang juga hadir sebagai pembicara berpendapat sebaiknya pemerintah membatalkan atau mencabut kedua RPP tersebut. “Kedua RPP ini masih prematur dan abuse of power. Lebih baik menunggu revisi UU 36 Tahun 1999,” katanya. (Baca: Revisi PP Prematur)
Disarankannya, sebaiknya kedudukan Kemenkominfo dikembalikan pada era departemen penerangan agar lebih fokus menangani konten informasi negara. Sementara fungsi telekomunikasi dilekatkan kepada kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat agar pemerintah bisa ikut membangun infrastruktur di sektor telekomunikasi.
Sebelumnya, Kominfo membuka secara resmi draft RPP Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. (Baca: Draft network sharing)
Kominfo mengunggah draft revisi kedua RPP itu pada Jumat (10/11), setelah mendapat sorotan tajam sejak isu perubahan menyeruak ke ranah publik sejak Juni 2016.(id)