JAKARTA (IndoTelko) - Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI)mengingatkan pemerintah soal perhitungan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) bagi smartphone dengan berbasis nilai investasi seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 65 tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Produk Telepon Seluler (Ponsel), Komputer Genggam (handheld) dan Komputer Tablet rawan penyimpangan.
"Ini perhitungan berbasis nilai investasi banyak "lubangnya". Pemerintah harus mengantisipasi potensi penyimpangan," ungkap Sekjen AIPTI Hendrik R Karosekali kepada IndoTelko, belum lama ini.
Menurutnya, idealnya, TKDN diberlakukan jika sudah melakukan uji kelayakan lokal konten. Dalam perhitungannya bisa melalui pengembangan dan melalui manufacture.
"Untuk perhitungan baru dengan model investasinya tentu pemerintah dalam hal ini kemenperin memiliki alasan yang jelas mengapa adanya perhitungan dengan cara yang baru tersebut. Dan sudah final dalam hal jalur perhitungan TKDN mau melalui jalur yang mana," katanya.
Ditegaskannya, dengan adanya tersedia berbagai jalur mendapatkan TKDN, AIPTI ingin melihat keseriusan dari pemegang merk jika menggunakan jalur investasi untuk merealisasikan rencana yang telah disampaikan kepada pemerintah sesuai waktu dan persyaratan.
Sebelumnya, Apple dikabarkan sudah mendapatkan sertifikasi untuk berbagai produk 4G karena dianggap telah memenuhi TKDN. Kabarnya, Apple memilih jalur TKDN berbasis nilai investasi dengan komitmen membangun pusat riset dan pengembangan di Indonesia. (Baca: Sertifikasi Smartphone)
Asal tahu saja, dalam Permen terbaru yang dikeluarkan Kemenperin ketentuan penilaian TKDN bagi smartphone 4G terbagi tiga aspek, yaitu manufaktur, pengembangan, dan aplikasi.
Pada aspek manufaktur ponsel yang akan dijual di Indonesia harus menggunakan TKDN sebesar 70% meliputi meterial produk, tenaga kerja, dan mesin produksi.
Sementara dalam aspek pengembangan produk diharuskan menggunakan TKDN sebesar 20%, serta pada sektor aplikasi atau program dikenakan TKDN sebesar 10%.
Untuk material, komponen yang dihitung di antaranya modul layar sentuh, kamera, papan sirkuit, baterai, aksesoris, hingga kemasan. Selanjutnya, penghitungan tenaga kerja dikenakan pada bidang perakitan, pengujian, dan pengemasan. Sedangkan penghitungan mesin produksi dikenakan pada mesin perakitan dan mesin pengujian.
Pada aspek pengembangan, dikenakan untuk lisensi atau hak kekayaan intelektual, perangkat tegar (firmware) atau disebut sebagai perangkat lunak yang tertanam pada perangkat keras, desain industri yang terkait dengan komposisi garis dan warna pada produk, serta desain tata letak sirkuit atau rancangan elemen.
Sementara itu, pada aspek aplikasi, pembobotan dikenakan untuk tahapan kegiatan dan komponen penghitungan. Tahapan kegiatan yang dimaksud meliputi spesifikasi prasyarat (requirements), rancangan arsitektur, program, pengujian aplikasi, dan pengemasan aplikasi. Sedangkan komponen penghitungannya meliputi rancang bangun, hak kekayaan intelektual, tenaga kerja, sertifikat kompetensi, dan alat kerja. (Baca: TKDN Smartphone)
Guna mendukung pengembang aplikasi dalam negeri, Kemenperin juga mewajibkan para pabrikan smartphone untuk menanamkan aplikasi buatan Indonesia pada produk yang akan dijual.
Pada aspek aplikasi ini nilai TKDN untuk pengembangan minimal 8% bagi aplikasi embedded (sistem yang tertanam fungsi-fungsi tertentu) ke ponsel, komputer genggam, atau komputer tablet.
Pada pasal 25 dari Permen tersebut dinyatakan TKDN dapat digunakan skema perhitungan nilai investasi yang berlaku untuk investasi baru, dilaksanakan berdasarkan proposal investasi pemohon, dan nilai TKDN dihitung berdasarkan total nilai investasi dan wajib direalisasikan paling lama tiga tahun. Pada tahun pertama, nilai investasi wajib sudah direalisasikan sebesar 40% dari total yang dikomitmenkan.
Investasi senilai Rp 250 miliar hingga Rp 400 miliar mendapatkan TKDN sebesar 20%, Investasi sebesar Rp 400 miliar hingga Rp 550 miliar mendapatkan nilai TKDN sebesar 25%, investasi senilai Rp 550 miliar hingga Rp 700 miliar dinilai 30%, investasi Rp 700 miliar hingga Rp 1 triliun dinilai TKDN 35%, dan investasi di atas Rp 1 triliun dinilai TKDN 40%.(sg)