JAKARTA (IndoTelko) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah membawa kasus dugaan Kartel dan Trust yang dilakukan Indosat Ooredoo dan XL Axiata melalui perusahaan patungan PT. One Indonesia Synergi (OIS) ke tahap penyelidikan.
“Benar, sekarang sudah masuk dalam tahap lidik (Penyelidikan),” ungkap Kepala Biro Hukum, Humas KPPU Dendy R. Sutrisno kepada IndoTelko melalui pesan singkat, Kamis (23/2) malam.
Asal tahu saja, Indosat dan XL Axiata dilaporkan ke KPPU oleh Forum Masyarakat Peduli Telekomunikasi Indonesia (FMPTI).
Dengan naiknya status penyelidikan menegaskan bahwa berdasarkan Pasal 12 Peraturan KPPU No 1 Tahun 2010 laporan FMPTI telah memenuhi persyaratan kelengkapan dan kejelasan serta dapat ditentukan masuk dalam kewenangan absolut KPPU sehingga penanganannya dilanjutkan ke proses Penyelidikan.
“Hal ini menjadikan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh XL Axiata dan Indosat Ooredo atas pembentukan perusahaan gabungan yaitu PT. One Indonesia Synergi semakin menguat dan menjadi apresiasi tersendiri dari FMPTI terhadap kinerja KPPU dalam menegakkan hukum persaingan usaha di Indonesia,sebab kita tahu bahwa iklim persaingan usaha di Indonesia khususnya di industri telekomunikasi sedang banyak permasalahan,” ungkap Ketua FMPTI Rofiq Setyadi kepada IndoTelko, Jumat (24/2).
Menurutnya, keberanian KPPU serta ketegasan KPPU menaikkan status laporan FMPTI ke status penyelidikan,merupakanbentukkerja nyata KPPU dalam mewujudkannya iklim persaingan usaha yang sehat di negara ini,selanjutnya FMPTI akan terus menunggu dan mengawal hasil proses tersebut hingga di persidangan KPPU.
Rofiq pun memberikan paparan terkait dugaan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat dari kedua operator versi FMPTI
• Analisa pertama adalah:
a. Dugaan Price Fixing atau Kartel (harga). Dugaan price fixing terlihat adanya strategi tarif 1 rupiah satu detik yang diterapkan oleh Indosat Ooredo dan Rp 59/1 menit yang diterapkan oleh XL Axiata.
Penerapan tarif ini diduga melanggar Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan dapat dikenai pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal ini lazim dikenal dengan Penerapan Harga atau kartel harga, dimana konsumen tidak dapat atau sulit membedakan dan tidak dapat melihat perbedaannya dalam tagihan ataupun perhitungan pulsa. Ada kesan bahwa perilaku ini tidak transparan.
b. Dugaan Pembagian Wilayah. Sebagaimana dilaporkan FMPTI, berdasarkan informasi yang ada, juga infrastruktur yang dibangun oleh kedua perusahaan ini diduga terjadi pembagian wilayah dimana ketika sudah ada satu perusahaan pembangun jaringan dan perusahaan yang lain tidak melakukan pembangunan jaringan yang sama.
Perilaku ini dapat diduga melanggar pasal 9 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal ini dikenal dengan Pembagian Wilayah atau kartel wilayah.
• Analisa kedua setelah “PT OIS” resmi beroperasi.
Potensi atau dugaan ini meliputi pelanggaran:
a. pasal 5 “UU 5/1999” terkait Penetapan Harga (Price fixing);
b. pasal 9 “UU 5/1999” terkait Pembagian Wilayah (Market allocation);
c. pasal 11 “UU 5/1999” terkait Pembagian Wilayah Pemasaran, harga, dan produksi(Kartel);
d. pasal 12 “UU 5/1999” terkait kerjasama membentuk gabungan perusahaan (trust);
e. pasal 15 ayat (2) “UU 5/1999” terkait Perjanjian Tertutup (exclusive dealing);
f. pasal 19 ayat (b) dan (d) “UU 5/1999” terkait Penguasaan Pasar;
g. pasal mengenai Penggabungan Konsolidasi dan Akuisisi (merger).
“Semua pihak-pihak yang berusaha melakukan tindakan-tindakan yang merusak iklim persaingan usaha di Indonesia sudah selayaknya diberikan sanksi yang tegas sehingga ada efek jera bagi perusahaan-perusahaan yang tidak mematuhi Undang-undang No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” saran Sekjen FMPTI Johan Fadli Madali.
“Kami mengharapkan kasus dugaan Kartel dan Trust dapat disidangkan sebelum masa jabatan komisioner KPPU Periode 2012 – 2017 Berakhir pertengahan tahun ini, agar tidak berlarut-larut tanpa kepastian hukum atau keadilan bagi masyarakat yang dirugikan,” pungkas Rofiq. (Baca: Polemik PT OIS)
Sebelumnya, XL dan Indosat telah mengeluarkan pernyataan bahwa selama ini selalu mematuhi aturan main di industri telekomunikasi nasional. (Baca: PT OIS)
Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini menegaskan masih berharap berbagi jaringan aktif (network sharing) direalisasikan agar bisa mendukung Indonesia Broadband Plan (IBP). (Baca: XL dan network sharing)
"Kita pun masih jalankan PT One Indonesia Sinergy (OIS) bersama Indosat Ooredoo, tetapi fokusnya digeser menjadi mencari alternatif kerjasama yang tak melanggar aturan. Tadinya kan dibuat untuk antisipasi kalau network sharing MOCN jalan. Untuk kerjasama Multi Operator Radio Access Network (MORAN) dengan Indosat pun masih terus berjalan," pungkasnya.(id)