JAKARTA (IndoTelko) – Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) disarankan untuk menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan verifikasi terhadap hasil perhitungan biaya interkoneksi yang telah diselesaikan pada 2016.
“Kalau boleh saran, baiknya gandeng auditor BPKP saja. Masa buka tender untuk verifikator sampai sepi peminat. Ketinggian syaratnya, atau kerendahan kompensasi tuh,” saran Sekjen Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia-ITB (PIKERTI-ITB) M Ridwan Effendi kepada IndoTelko, Jumat (10/3).
Menurutnya, BPKP adalah pihak paling kompeten untuk melihat hasil perhitungan versi surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016, tanggal 2 Agustus 2016 yang menghitung penurunan rerata 26% atau versi operator incumbent yang benar. (Baca: Mencari verifikator Interkoneksi)
“BPKP paling kompeten, sudah punya data semua. Sudah menjadi auditor dimana-mana, hasil auditnya jadi referensi badan/lembaga negara. Ini kan yang mau dibuktikan, itu data yang kemarin dikumpulkan untuk hitung biaya interkoneksi benar atau tidak, kenapa dibikin jadi ruwet,” pungkasnya.
Sebelumnya, Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi Kresna menegaskan hitung ulang biaya interkoneksi adalah upaya mendukung persaingan sehat di industri telekomunikasi.
"Kalau saya lihat bila interkoneksi itu berbasis biaya, berarti tidak ada yang diuntungkan. Tapi hal ini akan lain ceritanya, bila biaya ini digabungkan dengan komponen lain yang nantinya akan menjadi tarif pungut ke pelanggan," ujarnya.
Pengamat telekomunikasi , Bambang P Adiwiyoto menjelaskan dalam menghitung interkoneksi yang digunakan metode model long run incremental cost (LRIC). Dengan metode ini seharusnya dilakukan penghitungan ulang biaya interkoneksi dengan berpegang pada dasar tarif operator yang paling efisien.
Artinya, konsumen bisa menggugat kalau dasar yang digunakan dalam mengambil kebijakan tarif interkoneksi itu bukan dari hitungan paling efisien.
Biaya interkoneksi sendiri adalah salah satu komponen dari tarif retail. Saat ini tarif interkoneksi yang diberlakukan di Industri hanya dibawah 20% dari tarif retail lintas operator yang dibayarkan oleh pelanggan. Kisaran biaya interkoneksi Rp 250 terhadap tarif retail lintas operator Rp 1500. Sedangkan formula tarif retail terdiri dari biaya interkoneksi, service activation fee, dan margin. (Baca: Polemik Interkoneksi)
Jika dilihat, komponen biaya interkoneksi hanya sebagian dari tarif ritel. Namun, bagi operator biaya interkoneksi adalah simbol dari kompetisi dan penghargaan terhadap komitmen pembangunan jaringan.(id)