JAKARTA (IndoTelko) – Adopsi teknologi 5G bisa menawarkan pertumbuhan bagi operator telekomunikasi hingga 34% pada Tahun 2026 dibandingkan dengan 2016.
“Konsumen akan dapat menikmati aplikasi baru seperti augmented reality dan 4K video streaming. Tak hanya itu, kalangan industri akan mendapatkan keuntungan dari aplikasi Internet of Thing (IoT) inovatif seperti transportasi cerdas dan kesehatan terpencil, menciptakan peluang yang signifikan," kata Head of Ericsson Indonesia Thomas Jul, kemarin.
Dikatakannya, Ericsson telah menuntaskan demo 5G pertama di Indonesia, termasuk 5G test bed, 5G New Radio (NR), dan penggunaan lainnya seperti tangan robot sensor gerak dan video streaming 4K secara live.
Demo 5G yang berlangsung selama tiga hari dalam rangka memperingati kehadiran Ericsson yang ke-110 tahun di Indonesia ini, mencapai kecepatan puncak downlink sebesar 5.3 Gbps dan latensi serendah 3ms.
“Teknologi ini berpotensi memenuhi permintaan yang semakin meningkat dari konsumen di Indonesia, di mana lebih dari 20% dari pengguna smartphone mengakses video online setiap hari. Secara global akan dikomersialkan teknologi ini pada 2020,” kata Jul.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan mempercepat digitalisasi selalu tinggi pada agenda di Indonesia.
“Inisiatif seperti Ericsson 5G showcase akan membantu mengubah infrastruktur teknologi di Indonesia. Membawa lebih banyak kesempatan untuk orang, bisnis dan masyaraka. Transisi dari 2G ke 3G, kemudian perpindahan ke 5G akan membawa sebuah elemen baru industri internet," tegasnya.
Menurutnya, dengan kebutuhan spektrum tinggi, tak seluruh operator dipastikan bisa menggelar layanan 5G. Diperkirakan hanya 4 operator yang bisa menggelar 5G di Indonesia jika melihat alokasi frekuensi yang dimiliki.
Mengacu standar World Radiocommunication Conference (WRC) kemungkinan alokasi 5G ada di 28GHz. 500MHz merupakan lebar pita minimal yang diperlukan untuk menggelar 5G secara optimal.
"Total ada 2GHz yang sama dengan 2.000MHz dan kalau dibagai 500MHz akan ada empat operator saja," tuturnya.
Pada kesempatan sama, Chief Executive Officer XL Axiata, Dian Siswarini, hal terpenting dari teknologi baru adalah ekosistem bukan hanya dari sisi operator maupun infrastruktur, tapi juga dari segi spektrum atau frekuensi yang diberikan oleh pemerintah.
"Indonesia masih belum siap ke era 5G. Pekerjaan rumahnya masih banyak. Di sisi jaringan saja butuh transport network, artinya jaringan fiber harus kuat,” ulasnya.
Menurut Dian, jika untuk pasar consumer dengan 4G atau 4,5G sudah cukup mumpuni. "Jadi sebetulnya 5G ini titik beratnya di industri, misalnya untuk pabrik besar, pembangkit, IoT," kata Dian.(tp)