JAKARTA (IndoTelko) – Rencana penetapan tarif batas bawah dan atas bagi taksi berbasis aplikasi (Ride hailing) belum tentu menyehatkan persaingan di bisnis transportasi.
“Sebenarnya masih ada solusi selain penetapan tarif agar persaingan antara pemain online dan tradisional tetap bersaing sehat,” ungkap Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Semuel Abrijani Pangerapan, belum lama ini.
Menurutnya, keberadaan aplikasi sebagai bagian dari digital economy merupakan salah satu program Nawa Cita pemerintah, sehingga kebijakan yang diambil inklusif, efektif, efisien, dan inovatif. “Jadi mengatur digital jangan pakai cara analog. Tidak perlu selalu dengan angka, tapi bisa dengan syarat-syarat tertentu,” ujarnya.
Sementara Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Taufik Ahmad mengkhawatirkan penetapan tarif dengan mekanisme batas atas dan bawah dapat memicu kartel.
Penghapusan tarif batas bawah pun dianggap sebagai bentuk penerapan persaingan usaha yang sehat serta memiliki tujuan dan manfaat utama keuntungan bagi masyarakat untuk bisa memilih moda transportasi yang berkualitas, murah, dan tepat waktu.
"Penerapan tarif batas bawah justru menghalangi pelaku usaha yang bisa menawarkan tarif lebih murah kepada masyarakat. Artinya konsumen transportasi online yang seharusnya bisa menikmati tarif lebih murah, namun terhambat karena penetapan tarif bawah sehingga dirugikan,” ujarnya.
Menurutnya, kondisi transportasi online yang disebut sama dengan kondisi layanan angkutan udara saat ini dengan harga tiket jauh lebih ekonomis dibandingkan 15 tahun yang lalu namun tetap mengutamakan aspek standar pelayanan minimum demi keselamatan penumpang.
"Justru pembatasan tarif bawah bisa menjadi salah satu sumber inflasi, menghambat inovasi, dan membuat inefisiensi industri transportasi dalam jangka panjang,” katanya.
Asal tahu saja, di DKI Jakarta, melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta No.51/2008 tentang penyesuaian tarif taksi yang berlaku per Juni 2008, Pemda DKI Jakarta mengatur bahwa tarif taksi dibatasi pada tarif batas atas.
Dengan berlakunya SK Gubernur tersebut maka tarif taksi batas bawah untuk buka pintu adalah Rp 5.000, dengan tarif per kilometer (km) adalah Rp 2.500. Tarif tersebut lebih mahal dibandingkan tarif taksi lama yaitu Rp 4.000/buka pintu. Sedangkan tarif batas bawah ditetapkan oleh Organisasi Angkutan Darat (Organda) selaku pelaku usaha dalam industri tersebut.
Penerapan tarif batas atas oleh Pemerintah, selaras dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Kebijakan tersebut dapat menghindarkan konsumen dari eksploitasi yang mungkin dilakukan oleh produsen yang memiliki posisi dominan dalam bentuk harga yang terlalu tinggi.
Penerapan batas bawah akan melindungi operator yang tidak efisien untuk tetap dapat berada dalam industri tersebut. (Baca: Rekomendasi KPPU)
Penerapan batas bawah juga dapat merugikan konsumen karena konsumen terpaksa harus membayar harga minimal sebesar tarif batas bawah, meskipun mungkin layanan yang diberikan kurang dari itu. Selain itu penetapan tarif batas bawah akan menyebabkan pelaku usaha yang bisa beroperasi dengan efisien dan bisa melahirkan tarif yang besarannya berada di bawah tarif batas bawah, maka dia terhambat untuk mengimplementasikan keunggulan bersaingnya tersebut. Akibatnya masyarakat kehilangan pilihan tarif murah, secara jangka panjang hal ini akan menimbulkan inefisiensi yang sangat besar.(id)