OJK gandeng ASIC untuk kembangkan Fintech

Ilustrasi

JAKARTA (IndoTelko) - Otoritas Jasa Keuangan menggandeng Australian Securities and Investments Commision (ASIC) dalam kerjasama pertukaran informasi di bidang inovasi layanan sektor jasa keuangan termasuk perkembangan financial technology (Fintech).

Penandatanganan kesepakatan kerjasama dilakukan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad dan Komisioner ASIC John Price di Kantor ASIC Melbourne, Australia, Jumat.

"Saya berharap kerjasama lebih lanjut ini dapat meningkatkan inovasi di industri jasa keuangan di Indonesia dan mempererat hubungan yang dapat digunakan untuk pengembangan sektor jasa keuangan di kedua negara," kata Muliaman dalam siaran pers, kemarin.

Menurut Muliaman, perkembangan industri fintech  tumbuh sangat cepat di dunia termasuk di Indonesia. Hingga tahun ini, ada sekitar 165 perusahaan fintech start-ups yang beroperasi di Indonesia, sehingga Indonesia perlu banyak belajar dari negara lain seperti Australia.

Kerjasama di bidang fintech dengan ASIC antara lain meliputi pertukaran informasi mengenai pengembangan teknologi, pengembangan regulasi dan kerjasama fintech inovation hub.

Khusus pengembangan fintech, dalam kesempatan kunjungannya ke Melbourne, Muliaman juga melakukan pertemuan dengan Swinburne University of Technology dan Australian Centre for Financial Studies (ACFS), yang selama ini banyak melakukan kajian soal  fintech.

Kesepakatan Kerjasama dengan ASIC ini merupakan amanat dari UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), yang mengamanatkan OJK untuk melakukan kerjasama dengan otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan di negara lain, serta organisasi internasional dan lembaga internasional lainnya, antara lain pada kegiatan pengembangan kapasitas kelembagaan, dan pertukaran informasi di bidang pengaturan serta pengawasan Lembaga Jasa Keuangan dengan menekankan prinsip resiprokal dan berimbang.

Asal tahu saja, jumlah fintech yang sudah mendaftar ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk dilakukan verifikasi belum sampai 30 perusahaan.  

Kabarnya, baru 24 perusahaan fintech yang benar-benar mendaftar dan baru 1 perusahaan yang sudah secara resmi mendaftar dan siap dilakukan verifikasi. Sementara untuk sertifikasi sistem akan diajukan para perusahaan fintech ke Kominfo.

Berdasarkan catatan OJK, sebetulnya ada 165 perusahaan fintech yang bergerak di bidang payment dan peer to peer lending. OJK telah merilis Peraturan OJK (POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjaman Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) atau Fintech Peer to Peer (P2P) Lending.

Setelah diterbitkan, OJK memberikan waktu enam bulan kepada perusahaan fintech untuk mendaftar. Beleid tersebut menyebutkan, modal awal yang wajib dimiliki perusahaan fintech minimal Rp 1 miliar.

Angka ini harus bertambah menjadi Rp 2,5 miliar bila OJK sudah secara resmi mendapatkan status terdaftar. Sementara itu, batas peminjaman yang bisa diberikan kepada investor sebesar Rp 2 miliar.(wn)