Ini pemicu Smartfren terus merugi

Merza Fachys (dok)

JAKARTA (IndoTelko) – Kinerja  PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) sepanjang 2016 tak begitu menggembirakan di sisi bottom line.

Emiten dengan kode saham FREN ini menderita kerugian Rp 1,974 triliun sepanjang 2016 atau membengkak dari posisi 2015 sebesar Rp 1,565 triliun.

Memang dari sisi pendapatan diraih sebesar Rp 3,63 triliun di 2016 naik 20% dibandingkan 2015 sebesar 3,025 triliun.
Namun, Rugi usaha yang diderita di 2016 juga naik menjadi Rp 1,98 triliun dibandingkan 2015 sebesar Rp 1,33 triliun. Pemicunya beban usaha di 2016 naik menjadi Rp 5,6 triliun dibandingkan 2015 sebesar Rp 4,35 triliun. (Baca: Kinerja Smartfren)

Kinerja bottom line yang tertekan ini berlanjut hingga triwulan pertama 2017. Di kuartal I 2017,  FREN ini sudah mengalami kerugian Rp 754,3 miliar membengkak ketimbang periode sama tahun 2016 yang juga rugi sebesar Rp 265,95 miliar. (Baca: Migrasi Smartfren)

Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys mengakui jika dilihat dari sisi bottom line kinerja perusahaan tertekan.

“Ada beberapa pemicu dari kinerja bottom line tertekan. Pertama, kami di 2015-2016 itu masa transisi dari teknologi Code Division Multiple Access (CDMA) ke 4G. Itu bukan pekerjaan ringan sebagai upaya sejajar dengan pemain tiga besar seluler,” keluhnya kala Paparan Publik, kemarin.

Pemicu kedua adalah, biaya memindahkan pelanggan dari CDMA ke 4G lumayan besar. Ketiga, Smartfren tetap mengelola dua teknologi (CDMA dan 4G) karena pelanggan masih banyak menggunakan CDMA di frekuensi 850 MHz.

“Kontribusi pelanggan CDMA itu lumayan besar sekitar 35% ke total pendapatan. Mana bisa kami tinggalkan begitu saja. Kalau sudah di bawah 10% mungkin kita mulai setop layanan CDMA,” katanya.

Tantangan lain yang dihadapi Smartfren adalah mulai masuk ke pasar Open Market Handset (OMH) dimana yang didorong penjualan kartu perdana. “Ini kita di pasar masih terlalu kuat dianggap sebagai operator CDMA bukan 4G. Untuk mengubah persepsi ini tak mudah,” katanya.

Merza menambahkan, dampak dari semua pemicu ini adalah perseroan fokus kepada pelanggan yang ada sehingga akuisisi menjadi minim. “Pelanggan kita 2015 itu 11 juta, 2016 jadi 11,1 juta, Cuma nambah 100 ribu. Soalnya sibuk mindahin CDMA ke 4G. Tetapi Average Revenue Per User (ARPU) bagus, dari Rp 21,7 ribu menjadi Rp 28,2 ribu di 2016,” katanya.

Genjot 4G
Direktur Keuangan Smartfren Anthony Susilo menambahkan tahun ini fokus perseroan tetap memindahkan pelanggan CDMA ke 4G.

“Tahun lalu kita sudah punya 5,4 juta pengguna 4G. Tahun ini targetnya ada 10 juta pengguna 4G,” ungkapnya.

Anthony optimistis di sisi pertumbuhan usaha masih mendaki di kisaran 10%-15% pada 2017. “Kita siapkan belanja modal US$ 150 juta untuk migrasi pelanggan, pembangunan jaringan, menambah kualitas dan meningkatkan layanan,” pungkasnya.(id)