JAKARTA (IndoTelko) – Pemerintah melalui Kementrian Perhubungan (Kemenhub) tidak menutup kemungkinan jika ada revisi dari PM 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek atau dikenal dengan aturan untuk taksi online di kemudian hari.
"Pasti ada yang merasa menang dan kalah, ada yang merasa enak dan tidak enak, namun demikian kita tetap berlakukan PM 26 Tahun 2017 per tanggal 1 Juli kemarin dan akan ada evaluasi dalam kurun waktu enam bulan ke depan. Namun, kita tidak menutup kemungkinan dilakukan revisi apabila dirasakan sulit oleh masyarakat. Proses ini kita lakukan secara alamiah," jelas Menhub Budi Karya Sumadi dalam keterangannya, Minggu (2/7).
Diakuinya keberadaan angkutan online merupakan suatu keniscayaan.”Kita ingin angkutan online duduk berdampingan dengan angkutan lain yang sudah ada seperti taksi konvensional, angkot dan bus, dengan suatu kesetaraan," katanya.
Diharapkannya, semua pihak baik angkutan online maupun angkutan yang sudah ada dapat bekerja sama dan saling menghargai untuk melayani masyarakat bertransportasi.
Apabila ada angkutan tertentu misalnya taksi online merasa tersaingi dengan taksi yang lain, dalam waktu 6 bulan mereka harus bisa beradaptasi, berkonsolidasi, melakukan perubahan-perubahan terkait modal bisnis dan bagaimana mengedukasi sopir.
Tak hanya sopir, Menhub menekankan masyarakat pun harus diberikan edukasi. "Masyarakat harus diberikan edukasi bahwa tidak boleh ada stagnansi, tidak boleh ada sesuatu yang tidak diinginkan. Oleh karenanya, kita sudah sampaikan beberapa ketentuan terkait kuota, tarif batas atas dan bawah, serta kepemilikan kendaraan yang diatur atau diundangkan oleh Negara," tutup Menhub. (Baca: Aturan Taksi Online)
Sebagai informasi, sehubungan dengan telah diterbitkannya PM 26 Tahun 2017 pada tanggal 1 April 2017, Kementerian Perhubungan meminta semua pihak memperhatikan poin-poin penting dari pemberlakuan PM 26 Tahun 2017, yakni terkait kuota, tarif batas atas dan batas bawah, serta kepemilikan kendaraan.
Terkait kuota, Kemenhub meminta Gubernur atau Kepala Badan yang berwenang berkonsultasi terlebih dahulu dengan Ditjen Perhubungan Darat untuk mendapatkan rekomendasi.
Sedangkan terkait tarif batas atas dan batas bawah, Kemenhub membaginya menjadi 2 wilayah. Wilayah I untuk Sumatera, Jawa dan Bali dengan tarif batas bawah sebesar Rp 3.500,- per km dan batas atas sebesar Rp 6.000,- per km. Sedangkan wilayah II untuk Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua dengan tarif batas bawah sebesar Rp 3.700,- per km dan batas atas sebesar Rp 6.500,- per km.
Sementara itu terkait kepemilikan kendaraan atau Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) atas nama badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3), Kemenhub menetapkan untuk Badan Hukum berbentuk Koperasi, dimana bagi anggota Koperasi yang memiliki STNK atas nama perorangan masih dapat menggunakan kendaraannya untuk melakukan kegiatan usaha Angkutan Sewa Khusus (ASK) sampai dengan berakhirnya masa berlaku STNK (melakukan balik nama), dengan melampirkan Perjanjian Kerjasama (PKS) antara anggota Koperasi dengan pengurus Koperasi.
Di Jakarta kabarnya ada sekitar 20 ribu kendaraan pribadi beralih menjadi armada ride-hailing. Sekitar 12.000 unit kendaraan roda empat ini direkomendasikan untuk dilakukan uji KIR. Baru sekitar 8.797 unit yang melakukan uji KIR dan yang lolos hanya sekitar 8.163 unit.(ak)