JAKARTA (IndoTelko) – Pemerintah melakukan penyempurnaan dan revitalisasi organisasi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam rangka meningkatkan deteksi dini dan peringatan dini terhadap berbagai bentuk dan sifat ancaman siber.
Hal itu terlihat dari ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 73 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor: 90 Tahun 2012 tentang Badan Intelijen Negara pada 21 Juli 2017, oleh Presiden Joko Widodo.
Dikutip dari portal Setkab.go.id dinyatakan Perpres ini mengubah Pasal 5 mengenai susunan organisasi BIN menjadi: a. Kepala BIN; b. Wakil Kepala BIN; c. Sekretariat Utama; d. Deputi Bidang Intelijen Luar Negeri; e. Deputi Bidang Intelijen Dalam Negeri; f. Deputi Bidang Kontra Intelijen; C. Deputi Bidang Intelijen Ekonomi; h. Deputi Bidang Intelijen Teknologi; i. Deputi Bidang Intelijen Siber; j. Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi; k. Deputi Bidang Anatisis dan produksi Intelijen; l. Inspektorat Utama; m. Staf Ahli Bidang Ideologi dan politik; n. Staf Ahli Bidang Sosial Budaya; o. Staf Ahli Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia; p. Staf Ahli Bidang pertahanan dan Keamanan; q. Staf Ahli Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup; r. Pusat; dan s. Badan Intelijen Negara di Daerah.
Dibandingkan Perpres No. 90 Tahun 2012, pada Perpres No. 73 Tahun 2017 itu terdapat penambahan Deputi Bidang Intelijen Siber.
“Deputi Bidang Intelijen Siber, selanjutnya disebut Deputi VI, adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi BIN di bidang intelijen siber, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BIN. Deputi VI dipimpin oleh Deputi,” bunyi Pasal 25A Perpres ini.
Deputi VI, menurut Perpres ini, mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan dan/atau operasi intelijen siber.
Sementara dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud , menurut Perpres ini, Deputi VI menyelenggarakan fungsi: a. penyusunan rencana kegiatan dan/atau operasi intelijen siber; b, pelaksanaan kegiatan dan/atau operasi intelijen siber; c. pengoordinasian kegiatan dan/atau operasi inteliien siber; d. pengendalian kegiatan dan/atau operasi intelijen siber; dan e. penyusunan laporan intelijen siber.
Terkait dengan perubahan Deputi VI itu, maka Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi yang sebelumnya menempati posisi tersebut, berubah menjadi Deputi VII. Kedeputian ini merupakan unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi BIN di bidang komunikasi dan informasi, yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala BIN, dan dipimpin oleh Deputi.
Selanjutnya, Deputi VII mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan dan/atau operasi Intelijen di bidang komunikasi massa, komunikasi sosial, dan informasi.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Deputi VII menyelenggarakan fungsi: a. penyusunan rencana kegiatan dan/atau operasi Intelijen di bidang komunikasi massa, komunikasi sosial, dan informasi; b. pelaksanaan kegiatan dan/atau operasi Intelijen di bidang komunikasi massa, komunikasi sosial, dan informasi; c. pengoordinasian kegiatan dan/atau operasi Intelijen di bidang komunikasi massa, komunikasi sosial, dan informasi; d. pengendalian kegiatan dan/atau operasi Intelijen di bidang komunikasi massa, komunikasi sosial, dan informasi; e. penyelenggaraan hubungan masyarakat; dan f. penyusunan laporan Intelijen komunikasi massa, komunikasi sosial, dan informasi.
Sementara Deputi Bidang Analisis dan produksi Intelijen, kini disebut Deputi VIII, adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi BIN di bidang analisis dan produksi Intelijen, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BIN, dan dipimpin oleh Deputi.
“Deputi VIII mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan produksi Intelijen,” bunyi Pasal 30 Perpres ini.
BIN Daerah
Sementara itu Pasal 39 mengenai Badan Intelijen Negara di Daerah selanjutnya disebut Binda, kini diperluas dengan ketentuan sebagai berikut: Binda terdiri atas I (satu) Bagian dan Kelompok Jabatan Fungsional Agen. Bagian sebagaimana dimaksud terdiri atas paling banyak 3 (tiga) Subbagian dan/ atau Kelompok Jabatan Fungsional.
“Untuk mendukung pelaksanakan tugas dan fungsi Binda, dapat dibentuk Koordinator Wilayah. Penentuan jumlah Koordinator Wilayah sebagaimana dimaksud didasarkan pada analisis organisasi dan beban kerja,” bunyi Pasal 39 Ayat (5,6) Perpres tersebut.
Ditegaskan dalam Perpres ini, pembentukan dan penentuan jumlah Koordinator Wilayah sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Kepala BIN setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.
Perpres ini juga menyebutkan, untuk melaksanakan tugas teknis operasional dan/atau tugas teknis penunjang, di lingkungan BIN dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis, yang dipimpin oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis.
“Pembentukan Unit Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud, ditetapkan oleh Kepala BIN setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara,” bunyi Pasal 40B Perpres ini.
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, menurut Pasal 60A Perpres ini, Sekolah Tinggi Intelijen Negara yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2009 tentang Sekolah Tinggi Intelijen Negara, menjadi Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BIN.
“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Peraturan Presiden Nomor: 73 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 24 Juli 2017 itu. (Baca: Perpres BSSN)
Sebelumnya, Peraturan Presiden (Perpres) No 53 tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 19 Mei 2017 dan diundangkan pada 23 Mei 2017.(wn)